Kepala Unit Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Ajun Komisaris Besar Arie Dharmanto mengatakan, 12 warga Ngawi tersebut direkrut pada bulan Desember 2014. Mereka dijanjikan kerja di Republik Fiji untuk membuat proyek jalan raya, sopir, operator eksavator.
"Mereka dijanjikan gaji 800 dolar Fiji," kata Arie, saat berbincang dengan detikcom, Senin (9/3/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rute yang diambil adalah Bandara Juanda tujuan Pontianak. Selama 12 hari mereka ditampung di sebuah rumah di Pontianak dan masuk ke Malaysia pada 4 Februari 2015 melalui perbatasan Entikong.
"Dilanjutkan ke Bandara Kuching Serawak lalu ke Kuala Lumpur, baru pada 6 Januari 2015 diterbangkan ke Fiji dengan transit di Hong Kong," kata Arie.
Setelah tiba di Fiji, mereka bekerja tidak sesuai dengan harapan yang dijanjikan. Mereka dipekerjakan sebagai kuli bangunan dengan gaji 400 dolar Fiji. Para korban ditangkap imigrasi setempat.
"Mereka tidak ada visa kerja, tidak ada perjanjian kerja, asuransi dan KTKLN (Kartu Tanda Kerja Luar Negeri)," beber Arie.
Oleh pihak imigrasi Fiji, korban diserahkan ke KBRI Fiji di Suva. Korban dipulangkan ke Indonesia dan melaporkan yang menimpanya pada 4 Maret 2015.
Dua tersangka tersebut mengakui perbuatannya di hadapan penyidik bahwa kedua tersangka mengirim korban tanpa dokumen-dokumen resmi, serta tidak memiliki izin sebagai pihak penyalur tenaga kerja ke luar negeri. Kedua tersangka saat ini ditahan di Rutan Bareskrim Polri.
(ahy/mok)