Mereka berasal dari berbagai elemen masyarakat, antara lain petani, ibu rumah tangga, rohaniwan, akademisi, dan seniman. Perempuan petani membawa cangkul dan arit sedangkan para ibu rumah tangga membawa panci. Mereka berjalan sekitar 1 km dari Purawisata sampai Balai Pelestarian Nilai Budaya, Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta, Minggu (8/3/2015).
Dengan memukuli benda-benda tersebut, menjadi lambang kesedihan dan kekecewaan atas kondisi Indonesia yang saat ini darurat korupsi. Setelah itu mereka mencuci peralatan yang mereka bawa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah prosesi Cuci Korupsi selesai, hadirlah istri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid, Shinta Nuriyah Wahid. Shinta hadir untuk membacakan pernyataan Perempuan AntiKorupsi.
"Korupsi telah membawa dampak sistemik terhadap perempuan dan anak. Data Global Corruption Barometer, Transparency International (TI) menunjukkan bahwa perempuan merasakan dampak korupsi lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki," seru Shinta.
Menurut laporan Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2013, lebih banyak perempuan yang buta huruf dan memiliki akses kerja terbatas serta upah lebih rendah. Sedangkan data dari Komnas Perempuan menunjukkan banyaknya perempuan yang menjadi korban dalam konflik pengelolaan sumber daya alam.
Hal ini karena perempuan seringkali berada di garda terdepan untuk mempertahankan sumber penghidupannya.
"Semua persoalan di atas berdampak langsung pada urusan keseharian perempuan, seperti sekolah anak, di rumah sakit, di pasar, di tempat kerja, atau di kantor pelayanan publik," imbuhnya.
Sedangkan di tengah kuatnya dampak korupsi terhadap kehidupan sehari-hari, saat ini publik menyaksikan penghentian laju pemberantasan korupsi. Kriminalisasi pegiat anti korupsi jadi senjata, koruptor yang merayakannya.
"Aturan hukum dibolak-balik. Presiden sebagai pemegang komando tertinggi tidak menunjukkan keberpihakan yang jelas," kata Shinta.
Oleh karena itu Perempuan Indonesia AntiKorupsi menuntut Presiden dan Wakil Presiden RI untuk segera melakukan 3 hal.
"Menghentikan pelemahan institusi dan instrumen hukum untuk pemberantasan korupsi, menghentikan perlindungan bagi koruptor dan pejabat korup, dan menghentikan praktik politik transaksional yang justru mendorong suburnya korupsi," kata Shinta.
Dalam sambutannya, Shinta mengingatkan korupsi sudah masuk ke lembaga-lembaga terhormat mulai dari penegak hukum hingga institusi agama. Menurutnya, koruptor adalah orang-orang yang licik sehingga para pegiat antikorupsi harus berhati-hati.
"Jangan sampai kita justru terjebak dengan para koruptor dan melemahkan perjuangan dan berbalik menghantam diri kita sendiri. Contohnya KPK dilumpuhkan,"β tuturnya.
"Dalam memberantas korupsi, jangan sampai kita terjebak konflik individual. Ini akan dimanfaatkan oleh mereka (koruptor), akan menguntungkan mereka (koruptor),"β pungkas Shinta.
(sip/imk)