Pukat UGM: Secara Logika, Aneh Kalau Payment Gateway Masuk Kasus Korupsi

Pukat UGM: Secara Logika, Aneh Kalau Payment Gateway Masuk Kasus Korupsi

- detikNews
Kamis, 05 Mar 2015 17:35 WIB
Jakarta - Barekrim Polri akan memanggil Mantan Wamenkum HAM Denny Indrayana Jumat (6/3) pekan ini. Denny dipanggil sebagai saksi sekaligus terlapor dalam kasus dugaan korupsi payment gateway, layanan penerbitan paspor di Direktorat Imigrasi Kemenkum HAM tahun 2014.

Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zainal Arifin Muchtar menilai ada yang aneh dalam kasus pengusutan kasus ini. Menurutnya kasus ini bukan masuk dalam kasus korupsi.

"Saya melihatnya itu bukan kasus korupsi. Saya lihat detil berkas kasusnya yang dikirimkan ke saya itu bukan kasus korupsi. Biaya Rp 5 ribu itu biaya akses perbankan kalau pembuat paspor mau cepat tanpa harus antre ke loket dan itu sifatnya opsional," kata Zainal, Kamis (5/3/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal yang disebutkan Zainal juga tercantum dalam situs Imigrasi. Di situs itu dijelaskan lewat alat payment gateway pemohon paspor diberikan kemudahaan dalam melakukan pembayaran biaya paspor menggunakan kartu debit/kartu kredit dengan menggesek melalui mesin EDC.

Sementara bagi yang ingin melakukan pembayaran secara tunai dapat menyetorkan pada mesin delima kios yang tersedia di kantor-kantor Imigrasi dengan cara meng-entry nomer permohonan paspornya.

Zainal melanjutkan biaya Rp 5 ribu itu seperti halnya biaya jika nasabah bank melakukan transfer. Biasanya bank akan mengenakan tarif kepada nasabahnya.

"Kalau kita mau transfer kita kena biaya perbankan. Masa saya tuduh perbankan melakukan penggelapan uang," katanya.

Selain hal itu, soal vendor pemenang tender sistem ini juga bukan sembarangan tunjuk. Mereka harus melewati proses tender dengan persyaratan yang ketat.

"Perusahaan yang memenangkan akses itu dibeauty contest, ada proses tendernya," katanya.

Kasus payment gateway ini mengingatkan Zainal pada kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) yang akhirnya dihentikan atau SP3 oleh Kejaksaan karena setelah pengusutan bertahun-tahun penyidik tidak menemukan bukti yang cukup. Pendaftaran Badan Hukum Usaha secara online pada 2002 ini, para pendaftar dikenai tarif akses sebesar Rp 1.350.000.

"Biaya akses sismimbakum Rp 1 juta lebih. Sisminbangkum saja dianggap bukan korupsi, masa ini Rp 5 ribu yang sifatnya opsional dianggap korupsi. Saya dengan logika saya itu sulit diterima," ucap Zainal.

Terkait adanya dugaan kriminalisasi pada Denny karena mendukung KPK saat kisruh KPK-Polri, Zainal tak mau berasumsi. Namun menurutnya bisa saja itu terjadi karena waktunya yang berdekatan antara kisruh KPK-Polri dengan pengusutan kasus ini.

"Kalau masalah kriminalisasi barang kali benar, kasus itu kan naik setelah kisruh KPK-Polri," ucap Zainal.

Kabag Penum Kombes Rikwanto mengatakan penyidik sudah memeriksa 12 saksi dalam kasus ini termasuk mantan Menkum HAM Amir Syamsuddin. Pengadaan sistem payment gateaway terdapat di selisih antara nilai yang seharusnya dengan nilai tambahan dari pengurusan paspor.

"Nilainya berapa sedang didalami. Tapi akumulasi dari pengurusan paspor itu Rp 32 miliar. Ini bukan nilai kerugiannya, tapi akumulasi dari pembuatan paspor itu," beber Rikwanto.

Rikwanto menjelaskan, dari pungutan kelebihan pembuatan paspor tersebut uang yang seharusnya masuk ke bank penampung malah mampir ke rekening dua vendor atau rekanan pembuat layanan jasa tersebut.

Denny sendiri mengatakan hal ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap dirinya. Menurut Denny sistem pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam pembuatan paspor, yang awalnya manual, diubah menjadi elektronik. Dengan berbasis IT, sistem pembayaran pembuatan paspor lebih cepat, mengurangi antrian, lebih transparan, nihil pungli.




(slm/ndr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads