KPK juga sudah berkomitmen memproses laporan Ahok tersebut. KPK saat ini tengah menelaah apakah ada indikasi pidana korupsi di balik munculnya dana siluman Rp 12,1 triliun di RAPBD DKI tahun 2015.
"Laporan Pak Ahok tetap kami tindak lanjuti. Saat ini sedang diverifikasi di Dumas untuk nantinya disimpulkan adanya indikasi tindak pidana atau tidak," kata plt pimpinan KPK Johan Budi saat berbincang di kantornya, Rabu (4/3/2015) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mediasi yang diharapkan dapat menyelesaikan persoalan tersebut pun akhirnya berakhir buntu. Perwakilan DPRD DKI Jakarta seperti Abraham Lunggana (Lulung) marah-marah saat Ahok memancing pertanyaan seputar pengadaan UPS di dalam dana siluman Rp 12,1 triliun di APBD DKI.
"Artinya ini sudah nggak ketemu," kata Ahok kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis (5/3/2015).
Ahok akan tetap melanjutkan 'perang' melawan permainan anggaran ini. Ahok berpegang teguh pada dukungan Presiden Jokowi yang ingin perlawanan Ahok itu jadi teladan agar DPRD tak sembarangan soal anggaran.
"Kata Pak Presiden ini saatnya kita memulai babak baru menyusun APBD itu transparan. Maka Pak Presiden katakan ini tidak boleh tidak e-budgeting. Dengan cara ini beliau bisa mengontrol," kata Ahok sembari tersenyum.
Apa yang disampaikan Ahok ini melegakan karena memang tak boleh ada kompromi terhadap dugaan penyalahguanaan anggaran negara yang tak lain adalah uang rakyat. Ahok tak perlu takut menjadi agen perubahan, karena rakyat pasti memberikan dukungan.
"Ahok jangan takut dan jangan sampai menyerah," kata pengamat politik kenegaraan dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, kepada wartawan, Kamis (5/3/2015).
"Kasus Ahok dan DPRD DKI bukan hanya persoalan di Jakarta. Apa yang dilakukan Ahok akan jadi inspirasi bagi semua pimpinan daerah untuk membersihkan daerah dari korupsi. Keterbukaan sangat penting bagi Indonesia," terang Hendri.
(van/nrl)