Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya dan Komisi Pemberantasan Korupsi pun turun tangan, mengusut dugaan korupsi penggunaan uang rakyat itu. Bagaimana modus korupsi dana APBD?
Koordinator Indonesian Corruption Watch Ade Irawan mengatakan, pihaknya pernah melakukan penelitian terkait modus operandi korupsi dana APBD.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Paling tidak datanya hampir sama. Kalau aktif, artinya banyak SKPD yang terlibat. Atau bisa saja SKPD bukan aktor utama. Misalnya pola mulai dari proses perencanaan yang akan dimenangkan dengan salah satu perusahaan atau memang sudah disiapkan untuk orang-orang tertentu, bisa saja dari eksekutif atau legislatif," kata Ade saat berbincang dengan detikcom, Kamis (5/3/2015).
Masalah dugaan korupsi dana APBD mencuat setelah Gubernur Ahok menyebut adanya dana 'siluman' dalam RAPBD 2015 versi DPRD. Besarnya dana siluman itu mencapai Rp 12,1 triliun. Sebagian dana 'siluman' itu dialokasikan untuk pembelian Uninterruptible Power Supply (UPS) dan sejumlah barang yang dinilai belum mendesak.
Ahok bertekad membongkar praktik korupsi dalam penggunaan dana APBD DKI. Dukungan mengalir ke mantan Bupati Belitung Timur itu, misalnya dari Maarif Institute. Mereka mengajak agar masyarakat tak membiarkan Ahok berjuang sendirian.
Direktur Eksekutif Maarif Institute, Fajar Riza Ul Haq, mengatakan munculnya dana 'siluman' merupakan pintu masuk membongkar praktik kotor anggaran yang selama ini berlangsung. Keberanian Ahok untuk pasang badan menghadapi DPRD DKI patut didukung.
"Membiarkan Ahok berjuang sendiri sama dengan membiarkan kanker korupsi kian mengganas. Ini kan sumber pemiskinan struktural, muaranya ketimpangan ekonomi," kata Fajar lewat pesan tertulis, Rabu (4/3/2015).
Sejumlah pakar hukum seperti Denny Indrayana, Refly Harun, Saldi Isra, dan Zaenal Arifin Mochtar juga menemui Ahok. Mereka memberi dukungan pada sang gubernur sambil terus mengobarkan semangat pemberantasan korupsi. Dia juga terus mengingatkan pentingnya konsep e-budgeting dalam penyusunan anggaran.
"Dengan e-budgeting ketahuan siapa beli apa, haganya berapa. Dengan e-budgeting itu tidak bisa nitip-nitip," kata Refly.
(erd/nrl)