KJRI Sydney Diteror 'Darah', JK: Kita Tidak Mengharapkan Itu

KJRI Sydney Diteror 'Darah', JK: Kita Tidak Mengharapkan Itu

- detikNews
Rabu, 04 Mar 2015 17:35 WIB
Jakarta - KJRI Sydney di Australia mendapatkan teror menjelang eksekusi mati gembong narkoba dalam waktu dekat. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) tidak mengharapkan adanya perlakuan tersebut di KJRI Sydney dan di seluruh perwakilan Indonesia di dunia.

"Tentu kita tidak mengharapkan itu, sama sekali tidak mengharapkan. Tapi itu mungkin ekspresi ketidaksenangan saja," ujar JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (4/3/2015).

JK mengakui beberapa kebijakan pemerintah Indonesia tidak disukai di luar negeri. "Itu kalau dulu ada masalah hukuman mati Malaysia kan banyak juga masyarakat yang melempari kedutaan Malaysia kan. Jadi sebenarnya itu tanda ketidakpuasan saja. Itu biasa saja. Biar saja nanti polisi di sana menjaga kedutaan itu," terangnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam beberapa hari terakhir, pihak Australia kembali berusaha merayu Indonesia untuk melakukan penundaan eksekusi mati bagi dua warga negaranya. "Ya kemarin Menlu Australia bicara dengan menlu kita dan menlu kita tetap menjelaskan tentang bahwa ini posisinya yang memutuskan bukan presiden, yang memutuskan Mahkamah Agung, pengadilan," kata JK.

"Ya pasti semuanya meminta perhatian, apakah Brasil, Prancis, Belanda, China. Negara-begara lain itu. Tetapi dijelaskan hal yang sama," tambahnya.

Pihak Indonesia juga tidak mendapatkan informasi soal rencana penarikan dubes Australia di Jakarta. JK juga yakin warga negara Indonesia di Australia akan tetap aman. Pada kesempatan itu, dirinya menegaskan eksekusi mati warga Australia tidak akan mempengaruhi kerjasama perdagangan Indonesia-Australia.

"Ini sebenarnya tidak terkait dengan perdagangan. Tidak merusak hubungan dagang," ujarnya.

Ketua PMI ini juga mengakui konsep Zero Enemy perlu dievaluasi karena tidak mungkin semua negara memiliki pendapat yang sama, khususnya soal zero enemy dalam eksekusi mati.

"Ndak mungkin. Tidak mungkin Anda sependapat semua dengan satu negara. Tidak mungkin. Jadi kalau voting menetral terus," terangnya.

(fiq/aan)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads