Panas Dingin Indonesia-Australia Jelang Eksekusi Mati Gembong Narkoba

Panas Dingin Indonesia-Australia Jelang Eksekusi Mati Gembong Narkoba

- detikNews
Rabu, 04 Mar 2015 08:08 WIB
Jakarta - Sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan sikap tegasnya dalam pemberantasan narkotika pada awal Desember 2014, hubungan Indonesia-Australia perlahan memanas. Dua WN Australia itu adalah Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Akibat rencana eksekusi mati ini, hubungan Indonesia-Australia menjadi panas dingin. Berikut pasang surut hubungan antarkedua negara terkait rencana eksekusi mati ini sebagaimana dirangkum detikcom, Kamis (4/3/2015):

Desember 2014
Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keppres menolak grasi Myuran Sukumaran. Menyusul keluarnya Keppres penolakan grasi Andrew Chan pada bulan Januari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

8 Januari 2015
Atas keluarnya penolakan keppres itu, Perdana Menteri Tony Abbott mengatakan dia berharap kedua terpidana mati itu tidak akan dieksekusi.

"Kami menentang hukuman mati yang dijatuhkan terhadap warga Australia di dalam maupun di luar negeri," kata Abbott. Setelah pernyataan Abbott itu, perang urat syaraf mulai dilontarkan. DPR dan pemerintah kompak satu suara untuk tetap meneruskan eksekusi mati.

23 Januari 2015
Abbott kembali meminta Indonesia membatalkan eksekusi mati. Menurut Abbott, dua terpidana mati tersebut merupakan orang-orang yang telah dipulihkan, yang telah membantu merehabilitasi tahanan lainnya. Karena itulah, menurut Abbott, keduanya pantas mendapatkan pengampunan.

12 Februari 2015
Menlu Australia Julie Bishop menyatakan warganya bisa memboikot wisata ke Indonesia jika Andrew-Myuran tetap dieksekusi mati. Hubungan dua negara semakin memanas. Terjadi perang di dunia maya antarnitizen.

"Kalau mereka mengembargo, menyerukan warganya untuk tidak datang ke Indonesia, itu kita pertanyakan. Apakah hubungan yang sudah saling menguntungkan ini akan dikorbankan karena Australia membela warganya yang berbuat melanggar hukum?" kata guru besar Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana.

18 Februari 2015
Perdana Menteri Australia, Tony Abbott meminta Indonesia untuk mengingat kontribusi Australia yang diberikan, saat membantu bencana tsunami. Himbauannya ini diungkapkan agar Indonesia membatalkan eksekusi dua warga negaranya yang terlibat penyelundupan narkoba.

"Ketika Indonesia dilanda tsunami, Australia memberi bantuan senilai satu miliar dolar," kata PM Abbott.

Di hari yang sama, para hakim, jaksa dan pengacara di Australia turun ke jalan mendemo rencana eksekusi mati itu.

Setelah itu muncul gerakan #KoinuntukAustralia di dunia maya dan akhirnya bergulir ke dunia nyata. Di mulai dari Aceh, kemudian meluas ke Jakarta, Jawa Tengah hingga Indonesia timur. Ribuan orang silih berganti memberikan receh ke posko-pokso yang hadir swadaya masyarakat. Koin ini sebagai simbol penolakan terhadap sindiran Abbott ini. Kedubes Australia di Jakarta silih berganti didemo.

26 Maret 2015
Abbott menelepon langsung Presiden Joko Widodo dan meminta eksekusi mati Andrew-Myuran dibatalkan. Jokowi bergeming.

4 Maret 2015
Andrew-Myuran dipindahkan dari LP Kerobokan ke Pulau Nusakambangan. Puluhan Brimob Polri membawa 2 terpidana mati itu dari LP menuju Bandara I Gusti Ngurah Rai. Saat ini proses pemindahan masih berlangsung.

Hal ini dibalas dengan permohonan Australia untuk meminta eksekusi mati itu tetap dibatalkan.

"Kedua orang ini telah di penjara selama lebih dari 10 tahun, mereka telah membayar untuk kejahatan mereka dan masih harus membayar untuk kejahatan mereka yang sebagaimana mestinya," kata Menlu Australia Julie Bishop kepada Macquarie Radio Network.

(asp/mpr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads