
Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi menyetujui Konstitusi baru tentang komposisi kursi parlemen yang dianggap penentangnya tidak demokratis.
Keputusan ini kemungkinan besar akan membuat pemilu untuk memilih anggota parlemen Mesir, yang rencananya akan digelar 22-23 Maret ini akan tertunda, karena harus dilakukan revisi atas UU Pemilu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak tahun 2012, Mesir belum memiliki parlemen baru semenjak dibubarkan oleh keputusan pengadilan.
Saat itu mayoritas kursi di parlemen dikuasai oleh pimpinan dan politisi organisasi Ikhwanul Muslimin yang saat ini dicap sebagai organisasi teroris oleh rezim militer yang berkuasa.
'Tidak demokratis'
Pemilu merupakan langkah akhir dari peta jalan transisi yang digariskan oleh pemerintahan militer Mesir pada Juli 2013 setelah Presiden Mohammed Morsi digulingkan.
Sejak tahun 2012, Mesir tidak memiliki parlemen semenjak dibubarkan oleh keputusan pengadilan.
Pada Desember 2014 lalu, Presiden al-Sisi telah menyetujui Konstitusi baru tentang komposisi 567 kursi di parlemen, di mana 420 kursi akan diperebutkan oleh calon perorangan, dan 120 kursi dialokasikan untuk partai, sementara 27 kursi akan diisi oleh orang-orang yang ditunjuk oleh presiden.
Para pengamat mengatakan, komposisi seperti akan membuat pendukung Abdul Fattah al-Sisi akan mendominasi parlemen Mesir ke depan.
Namun demikian, seperti dilaporkan Kantor berita AFP, komposisi seperti ini ditentang oleh sejumlah pengacara yang telah mengajukan gugatan hukum, karena dianggap tidak demokratis.
(nwk/nwk)