Ketika Ahok Melawan Gempuran Angket DPRD, Lapor KPK hingga Curhat ke Jokowi

Ketika Ahok Melawan Gempuran Angket DPRD, Lapor KPK hingga Curhat ke Jokowi

Hestiana Dharmastuti - detikNews
Sabtu, 28 Feb 2015 10:07 WIB
Ketika Ahok Melawan Gempuran Angket DPRD, Lapor KPK hingga Curhat ke Jokowi
Jakarta - Tepat 100 hari kepemimpinannya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dihadiahi hak angket oleh 106 anggota DPRD DKI Jakarta. Ahok siap menghadapi segala konsekuensi dari hak anggota legislatif itu.

106 Anggota dari 10 parpol yang ada di DPRD DKI secara bulat menyetujui penandatanganan hak angket untuk Ahok.

Ada dua hal pelanggaran yang mendorong usulan hak angketβ€Ž ini yakni penyampaian Raperda tentang APBD 2015 kepada Mendagri yang patut diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan dan norma etika perilaku kepemimpinan Gubernur Provinsi DKI.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menghadapi hak angket itu, Ahok punya versi tersendiri. Ia menduga ada oknum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI yang memasukkan anggaran 'siluman' sebesar Rp 12,1 triliun ke dalam APBD 2015. Ayah 3 anak ini mengaku mengantongi bukti-bukti.

Ahok lalu melaporkan dugaan ini ke pimpinan KPK hingga bertemu dengan Presiden Jokowi. Suami Veronika Tan ini bahkan rela menjadi tumbal jika kelak dilengserkan dari jabatannya demi transparansi anggaran di APBD DKI.

Berikut 5 aksi Ahok:

1. Lapor ke KPK

Ahok akhirnya melaporkan soal 'dana siluman' di Rancangan APBD 2015 ke KPK. Pria yang akrab disapa Ahok ini membawa sejumlah bukti.

Ahok tiba di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (27/2/2015) pukul 16.55 WIB dengan mobil Land Cruiser warna hitam B 1966 RFL. Ada pula mobil Nissan X-Trail warna hitam yang mengiringi.

"Saya ke sini untuk melaporkan temuan kami tentang APBD. Bukti-bukti semua sudah dibawa," ucap mantan Bupati Belitung Timur ini.

Ahok yang mengenakan kemeja putih ini membawa sejumlah berkas di tangan kanannya. Dia lalu bergegas masuk ke dalam Gedung KPK.

"Ini bukti yang kita bawa bukti yang ditandatangani DPRD semua. Kami temukan ini menyimpang dari KUA PPAS (Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara) yang kami tanda tangani," ujar Ahok.

"Biar KPK yang melakukan penyidikan bukti-bukti ini," sambungnya sambil berjalan masuk.

Menurut dia, 'dana siluman' itu sudah tercium sejak kepemimpinan Joko Widodo. "Sejak zaman Pak Jokowi kita mau laporkan, tapi buktinya tidak ada," kata dia.

"Sekarang e-budgeting, SKPD nggak ada yang isi dan ini DPRD yang ngisi," imbuhnya merujuk ke anggaran 'siluman' itu.

Menurut Ahok, dahulu SKPD yang mengisi tapi kini tak lagi. Ahok benar-benar ketat melakukannya.

"Kami bawa print out, saya serahkan ke KPK," tutup dia.

Ternyata Ahok tak hanya melapor kejanggalan di APBD tahun ini saja, tapi sejak APBD 2012. "Yang dilaporkan 2012-2015. Tapi yang paling banyak 2014 dan 2015," ujar Ahok di kantor KPK Jl Rasuna Said, Jaksel, Jumat (27/2/2015).

Ahok tak mengungkap nominal dana misterius yang mendadak terselip di APBD 2012 sampai 2014 itu. Namun untuk 2015, besaran dana siluman itu sebesar Rp 12,1 triliun. "Kami juga akan meminta BPKP melakukan audit juga untuk yang 2015. Yang 2014 sedang dilakukan audit. Kalau 2012 dan 2013 sudah ada auditnya," ujar Ahok.

Mantan politikus Gerindra ini mengatakan dia juga membawa bukti-bukti dana siluman yang diduga sudah ada sejak 2012 itu. Di 2014 misalnya, dia sudah mencoba mencegah adanya dana misterius, namun dana tersebut tetap terpakai juga.

"Di tahun 2014 itu ada 55 sekolah yang kami kecolongan. Pak Lasro, kepala dinas pendidikan berhasil menyisir Rp 4,3 triliun yang tidak dieksekusi. Tapi ternyata ada 55 kegiatan yang tereksekusi. Nah ini juga sekarang dipakai pola ini," kata Ahok.

Saat ini bola berada di tangan KPK yang baru saja mendapatkan laporan Ahok. Lembaga antikorupsi ini sedang menelaah laporan tersebut.

"Kami serahkan sepenuhnya ke KPK," ujar Ahok.

Sebelumnya diberitakan, Ahok menyebut adanya dana siluman APBD 2014 sebesar Rp 12,1 Triliun, salah satunya pengadaan UPS nyaris Rp 6 miliar/sekolah. Permasalahan 'dana siluman' ini berujung pada kisruh dengan DPRD DKI yang akhirnya mengajukan hak angket.

2. Curhat ke Jokowi

Ahok bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Presiden. Ahok menceritakan soal memanasnya hubungan dia dengan DPRD yang mengajukan Hak Angket.

Ahok mengatakan, penggunaan e-Budgeting dalam APBD DKI merupakan program Jokowi semasa menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Ini kan memang dari zaman beliau (Jokowi), e-budgeting tetap dijalankan. Karena dengan e-budgeting, tidak boleh ada sosialisasi Permen (Peraturan Menteri) atau Pergub (Peraturan Gubernur), maka seluruh Indonesia tidak bisa masukkan. Sekarang kan beliau merasa, nah ini yang ingin beliau lakukan dari dulu," kata Ahok di Kompleks Istana Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (27/2/2015).

Saat berbincang, lanjut Ahok, Jokowi menanyakan soal hak angket yang tengah dilakukan oleh DPRD. Risikonya, kata Ahok, dirinya akan dipecat dan Jokowi tak bisa menolak itu.

"Beliau (Jokowi) cuma tanya, kalau angket itu gimana? Kalau angket saya salah, lapor ke MA, ya dipecat Pak. β€ŽBapak yang harus keluarkan SK, terus bisa nolak nggak? Ya nggak bisa Pak, paling tahun depan Pak dipecatnya," kata Ahok sambil tertawa.

Ahok berkukuh akan tetap mempertahankan APBD berformat e-Budgeting itu. Format ini dapat meminimalisir terjadinya penyelewengan anggaran.

Bahkan dia mengaku tak masalah jika dipecat, dengan catatan e-Budgeting itu tetap berjalan.

"Paling dipecat Pak, tahun depan. Tapi e-budgeting bapak tetap jalan," katanya.

Siap jadi tumbal? "Saya sih siap aja," jawab Ahok.

3. Siap Dilengserkan

Ahok mengaku tak bisa menerima usulan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah agar memasukkan anggaran 'siluman' sebesar Rp 12,1 triliun ke dalam APBD 2015. Disebut 'siluman' karena dana tersebut dialokasikan untuk pembelian perangkat Uninterruptible Power Supply (UPS) dan sejumlah alat yang belum mendesak.

Bahkan Ahok rela digulingkan dari jabatannya sekarang demi menolak usulan DPRD Jakarta tersebut. "Saya rela berhenti pun asal Rp 12,1 triliun tidak masuk ke APBD. Bagi saya itu pencurian tidak pantas, kita butuh rusun lebih banyak, masih banyak orang susah. 48 Persen sekolah di DKI buruk bangunannya," kata Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (26/2/2015).

Bagi Ahok, sebaiknya dana Rp 12,1 triliun itu dialokasikan untuk membangun rumah susun sewa (rusunawa) untuk warga Ibu Kota yang kurang mampu. Dalam perhitungan Ahok dengan dana sebesar itu bisa digunakan untuk membuat 60 ribu unit rusunawa dengan desain yang mewah.

"Kalau kita bangun rusun satu unit pakai Rp 200 juta sudah mewah nih. Anda kalau Rp 2 triliun bisa bangun 10 ribu unit. Kalau Rp 12 triliun kali 6 berarti 60 ribu unit. Saya ngarapin bangun 60 ribu unit buat rusun saja, duitnya nggak ada katanya," kata mantan Bupati Belitung Timur itu.

Suami Veronica Tan itu kemudian mengingatkan bahwa, saat ini masih banyak warga miskin di Jakarta yang tinggal di pinggir sungai, atau di pinggir rel kereta api. Masyarakat miskin itu rentan terserang penyakit.

Menurut Ahok, jika kepada warga miskin tersebut diberikan rumah susun yang baik, tempat usaha, dan jaminan kesehatan tentu akan lebih baik.

Hari ini anggota DPRD Jakarta akan mengusulkan penggunaan hak angket untuk Ahok. Namun mantan politisi Partai Gerakan Indonesia Raya itu mengaku tak gentar dan tidak mau ambil pusing.

"Saya nggak mau berpolemik. Saya selalu percaya kalau mau berantas korupsi harus transparan. Saya pikir nggak usah pusingin lah. Saya konsentrasi kerja saja supaya bisa beres. Nanti orang Jakarta bisa tahu kok mana yang benar mana yang nggak, mana yang berpihak pada rakyat mana yang nggak," kata Ahok.

4. Lamar Jadi Kabulog

Hubungan antara DPRD DKI dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kembali memanas gara-gara dana 'siluman' di APBD 2015. Ahok yang tengah menghadapi hak angket di DPRD, mengaku tak takut jika dipecat.

Ahok mengatakan, jika dirinya harus dipecat, dia akan melamar jadi Kepala Bulog kepada Presiden Joko Widodo.

"Dipecat, Gue lamar jadi Kabulog, Gue beresin masalah beras semua," kata Ahok usai bertemu Jokowi di Istana Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (27/2/2015).

Jokowi yang pernah jadi tandem di DKI, merupakan bekingnya. Sehingga dia yakin punya peluang menjadi pejabat di pemerintahan Jokowi. "Dari dulu juga Gue dibeking presiden," katanya.

"Dampak kalau dipecat, saya melamar jadi KaBulog saja," katanya.

Kenapa memilih Kepala Bulog? "Ya beresin nasi dong. Paling penting kan nasi. Kita orang melayu yang paling penting perut," katanya sambil tertawa.

5. Ahok atau DPRD yang Masuk Bui

Ahok menemukan adanya 'dana siluman' sebesar Rp 12,1 triliun dalam draf APBD yang diberikan DPRD setelah Paripurna. Ahok tidak mengetahui secara pasti siapa yang melakukannya, namun dokumen tersebut telah disetujui pimpinan fraksi.

"Saya kira stafnya DPRD-nya yang bikin, saya kira, saya nggak tahu siapa. Tapi tanda tangan semua kok, ketua komisi, wakil ketua komisi dan sekretaris tanda tangan semua," ujar Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (25/2/2015).

Suami Veronica Tan itu dengan lantang langsung menantang dewan untuk segera ajukan hak angket sesuai yang didengungkannya. Sebab, Ahok heran setengah mati untuk apa DPRD meminta seluruh kecamatan dan kelurahan di Jakarta Barat membeli UPS seharga Rp 4,2 miliar.

"Kita sudah sisir, makanya saya tunggu angket dulu. Kan belum angket nih, suruh angket dulu dong, biar saya juga angketin dia juga. Kan seru kan, sama-sama angketin kan seru gitu loh," terang Ahok.

"Kita tinggal hitung-hitungan saja, apa saya masuk penjara atau anggota DPRD masuk penjara, kan bagus masuk penjara rame-rame berjamaah kan demen," tantangnya sambil tertawa.

Bukan tanpa alasan Ahok melontarkan tantangan seperti itu. Dulu, semasa dirinya masih menjadi anggota Komisi II DPR sering mendengar para pejabat daerah yang tidak takut dibui karena ketahuan 'bermain' selama beramai-ramai.

"Bagus saya ini bekas anggota DPRD, anggota DPR RI, saya sering dengar kalimat dari oknum DPRD ngomong begitu, 'Nggak apa-apa masuk penjara yang penting berjamaah, rame-rame katanya. Kalau sendiri-sendiri jangan' gitu. Makanya mesti kompak, katanya gitu, nggak apa-apa biarin saja republik ini sampai dimana," terang Ahok.

"Beli genset Rp 100 juta masa beli UPS Rp 4,2 miliar, jadi itu dibilangin nggak ada etika saya. Menurut saya yang mengisi itu tanpa ada permintaan dari kantor lurah, itu yang tidak ada etika. Mana ada Jakarta pakai 28 persen dari APBD ternyata 46 persen bangunan sekolah ambruk jelek, kenapa? Karena duit-duitnya dipakai buat beli macam-macam, panggil saja sudinnya di pendidikan. Bagus nanti, tenang saja kalian, saya masih di sini kok, masih dua bulan lagi," pungkasnya.


Halaman 2 dari 6
(aan/tor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads