"Intinya putusan ini harus dipertanyakan. Esensinya ini adalah proses pemilihan hakim MK tanpa ada partsipasi publik sebagaimana diarut oleh UU," ujar Direktur YLBHI, Alvon Kurnia, saat dihubungi.
Alvon mengatakan, putusan nomor 495 K/TUN/2014 itu dianggap suatu kemunduran Demokrasi. Alasannya karena putusan MA yang menegaskan Patrialis sebagai hakim konsitusi tidak sesuai undang-undang yang ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya juga belum mengetahui secara pasti akan mengajukan peninjauan kembali (PK) atau tidak atas putusan ini.
"Kami belum tentukan sikap atas putusan ini," ucapnya.
(rvk/tfn)