Putusan yang kontroversial dan tidak biasa ini, dijatuhkan secara kolegial oleh tujuh dari total sembilan hakim Mahkamah Konstitusi Korsel. Hanya dua hakim yang tidak sependapat atas putusan ini.
"Meskipun perzinaan memang dikecam sebagai perbuatan tidak bermoral, negara tidak seharusnya mencampuri kehidupan pribadi setiap warganya," ujar hakim ketua Park Han-Chul seperti dilansir AFP, Kamis (26/2/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Konsep umum hak-hak pribadi atas kehidupan seksual publik telah mengalami perubahan," imbuh hakim Park yang membacakan putusan Mahkamah Konstitusi.
Memberikan dissenting opinion, hakim Ahn Chang-Ho bersikeras menyebut bahwa UU tahun 1953 merupakan kunci penting dalam melindungi moral keluarga. Hakim Ahn mengingatkan, penghapusan UU tersebut akan memicu kebejatan luar biasa di masyarakat.
Sesuai UU tahun 1953, perzinaan dikategorikan sebagai tindak kriminal dan bagi para pelanggarnya, terancam hukuman maksimal 2 tahun penjara. Kasus perzinaan akan dibawa ke persidangan jika terdapat laporan polisi dari korban yang dirugikan.
Namun pada praktiknya, banyak kasus yang ditutup di tengah jalan karena pelapor memutuskan untuk mencabut laporannya. Biasanya, kasus perzinaan di Korsel diselesaikan dengan pembayaran kompensasi atau ganti rugi dari pelaku kepada korbannya.
(nvc/ita)