"Dia mengutip bahwa saya untuk menjawab pertanyaan mengatakan bahwa penetapan sebagai tersangka itu adalah produk, adalah hasil dari penyidikan. Itu saya memang mengatakan begitu, hanya tidak bisa disimpulkan jadi penetapan tersangka itu bagian dari tindakan penyidikan sehingga masuk kewenangan praperadilan," ucap Prof Arief Sidharta ketika dihubungi, Rabu (25/2/2015).
Prof Arief menegaskan bahwa maksud dari keterangannya bukan seperti yang ditulis Sarpin dalam putusan praperadilan yang diajukan Komjen Budi Gunawan beberapa waktu lalu. Prof Arief mengatakan bahwa penyidikan, penangkapan, penggeledahan dan penetapan tersangka adalah tahap-tahap kegiatan penyelesaian perkara pidana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi hasil penyelidikan diteruskan dengan penyidikan, berdasarkan penyidikan maka jaksa atau pejabat atau polisi berwenang untuk menetapkan orang sebagai tersangka, artinya nanti penetapan tersangka itu dalam pemeriksaan perkara bisa ditentukan, bisa dipastikan salah atau tidak. Dan itu masing-masing berdiri sendiri, walaupun yang satu akibat atau hasil dari yang lain," sambung Prof Arief menjelaskan.
Prof Arief sendiri mengatakan akan datang ke KY pada pukul 15.00 WIB nanti. Prof Arief tidak akan menjelaskan mengenai kasusnya namun mengenai sisi proses penemuan hukum dan menurutnya hakim praperadilan tidak bisa menemukan kaidah hukum baru.
"Yang lain saya tidak masuk ke dalam kasusnya sendiri, karena bagian saya menjelaskan dari sisi proses penemuan hukum, khusus hukum acara pidana hanya boleh dari metode grammatical, mungkin kalau perlu dengan dukungan metode historis dan sistematis, jadi tidak bisa hakim praperadilan menemukan kaidah baru, itu bukan kewenangan hakim praperadilan," tutup Prof Arief.
(dha/jor)