"Dalam pemberian grasi, walaupun perlu memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung, akan tetapi keputusan grasi akhirnya tetap ada di tangan Presiden. Secara Acontrario, penolakan grasi juga menjadi hak prerogatif Presiden yang bersifat yudisial," putus Ketua PTUN Jakarta, Hendro Puspito, dalam sidang terbuka untuk umum di Gedung PTUN Jakarta, Jalan Sentra Primer Baru, Jakarta Timur, Selasa (24/2/2015).
Dalam Penjelasan Umum UU No 22 Tahun 2002 tentang Grasi disebutkan:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan demikian grasi merupakan tindakan yudisial karena tidak dapat dipisahkan baik secara langsung atau tidak langsung dari proses yudisial, walaupun tidak termasuk ke dalam bentuk upaya hukum," ujar Hendro.
Menurut Ketua PTUN Jakarta, dalam hal Tergugat mengeluarkan objek gugatan a quo termasuk hak prerogatif Presiden berdasarkan kewenangan yang diatur dalam UUD 1945 dan merupakan kewenangan Presiden yang bersifat yudisial.
"Bukan tindakan Presiden dalam melaksanakan urusan pemerintahan sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 1 dan 2 UU No 5 Tahun 1986 jo Pasal 1 angka 7 dan 8 UU No 51 Tahun 2009, oleh karenanya Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadili objek gugatan a quo karena bukan merupakan sengketa Tata Usaha Negara," pungkas Hendro.
Gugatan ini dilayangkan kuasa hukum Andrew-Myuran, Todung Mulya Lubis. Andrew-Myuran menggugat Jokowi karena grasinya ditolak. Atas ketetapan PTUN Jakarta ini, maka Todung akan mengajukan banding. Di sisi lain, tim eksekutor telah siaga untuk melaksanakan eskekusi mati kepada pembawa 8,2 kg heroin itu. Pesawat Sukhoi juga telah disiapkan untuk mengamankan pemindahan Andrew dan Myuran dari Bali menuju Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah, lokasi eksekusi mati.
(asp/nrl)