"Rekomendasinya, melakukan pemeriksaan dan memberikan sanksi di jajaran Bareskrim sehubungan dengan adanya maladministrasi yang dilakukan oleh Kombes Pol Daniel Bolly Tifaona selaku Kasubdit VI Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus beserta penyidik yang menangani perkara dalam penangkapan dan pemeriksaan pelapor (Bambang Widjojanto)," kata anggota Ombudsman, Budi Santoso, dalam jumpa pers di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Selasa (24/2/2015).
Pemeriksaan internal juga sanksi, menurut Ombudsman, harus dilakukan terhadap Kombes Pol Viktor E Simanjuntak yang ikut serta melakukan penangkapan di luar surat perintah penyidikan dan surat perintah penangkapan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memberikan pembinaan, pelatihan, dan pengawasan kepada penyidik maupun atasan penyidik untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi sehubungan dengan masih terjadinya maladministrasi dalam proses penangkapan terhadap Pelapor (Bambang Widjojanto) sebagaimana diatur dalam Pasal 100 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana," sambung Budi.
Dalam pemeriksaan terhadap aduan Bambang pada 29 Januari 2014, tim Ombudsman mengklasifikasikan 2 maladministrasi. Pertama, pelanggaran peraturan perundang-undangan, pengabaian kewajiban hukum, kelalaian dan penyimapngan prosedur.
Pelaku maladministrasi dalam klasifikasi pertama adalah atasan penyidik dan penyidik Bareskrim Polri yang menangani Laporan Polisi Nomor: LP/67/I/2015/Bareskrim tanggal 19 Januari 2015.
Bentuk pelanggaran yang dilakukan adalah tidak melakukan pemanggilan terlebih dahulu sebelum melakukan penangkapan terhadap pelapor; kesalahan penulisan identitas pelapor di dalam surat penangkapan dan tidak diuraikan secara rinci ayat yang menunjukkan peran dan kualifikasi tersangka sebagai pelaku tindak pidana; menerbitkan surat perintah penggeledahan rumah tanpa terlebih dahulu mengajukan permohonan izin kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat.
Bentuk pelanggaran keempat dari klasifikasi maladministrasi pertama adalah penyidikan dilakukan tanpa penyelidikan terlebih dahulu; keterlambatan penyampaian SPDP dari penyidik kepada JPU; Penyidik tidak menunjukkan identitas sebagai anggota Polri pada saat melakukan penangkapan.
Adapula bentuk pelanggaran lainnya yakni perbedaan perlakuan dalam penanganan perkara (diskriminasi) dan penyidik tidak memberikan BAP pada saat pemeriksaan kedua tanggal 3 Februari 2015.
Klasifikasi maladministrasi kedua yakni pelanggaran peraturan perundang-undangan, pengabaian kewajiban hukum dan melampaui kewenangan.
Bentuk pelanggaran dari maladministrasi ini adalah melakukan penangkapan tapa dilengkapi dengan surat perintah penangkapan. Pelaku maladministrasinya adalah Kombes Pol Viktor E Simanjuntak.
Dalam paparan pendapatnya, Ombudsman menyebut surat perintah penangkapan pelapor yakni BW tidak tercantum nama Kombes Viktor yang pada saat penangkapan statusnya sebagai Perwira Menengah Lembaga Pendidikan Polri (Pamen Lemdikpo). "Oleh karena itu keberadaan Kombes Viktor Simanjuntak dalam melakukan penangkapan tersangka tidak dapat dibenarkan," sebut Budi.
Dia menegaskan rekomendasi diberikan sesuai kewenangan Ombudsman sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman. Rekomendasi yang diberikan juga wajib dilaksanakan Polri sesuai amanat UU Ombudsman pada Pasal 38 ayat 1 dan ayat 2.
"Kapolri wajib menyampaikan laporan kepada Ombudsman tentang pelaksanaan rekomendasi ini disertai hasil pemeriksaannya dalam waktu paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal diterimanya rekomendasi," tegas Budi.
(fdn/aan)