Indriyanto menjalani pengobatan terkait penyakitnya itu sejak 2010. Kisah hidup pakar hukum pidana ini dalam menghadapi kanker pada 2012 dimuat di situs Parkway Cancer Centre, sebuah institusi kesehatan yang berkedudukan di Singapura yang memiliki rangkaian perawatan kanker komprehensif.
"Sepanjang hidup saya, saya pernah mendengar cerita orang-orang mengenai kanker, namun saya tak pernah mengira akan mendapatkan penyakit ini. Saya sangat terkejut ketika pada 2010 pertama kali diberi tahu saya mengidap kanker," ujar Indriyanto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya juga sempat kehilangan suara saya," ujar Indriyanto.
Indriyanto lantas dilarikan ke sebuah rumah sakit di Jl Gatot Subroto, Jaksel. Di itu dia mendapatkan pemeriksaan pada jantung, syaraf dan mata. Namun saat itu, pihak rumah sakit menyatakan Indriyanto sehat-sehat saja.
"Namun sakitnya berlanjut dan pada 22 November saya ke rumah sakit lain yang ada di Karawaci. Di sana saya mendapatkan MRI Scan. Di sana saya juga dinyatakan baik-baik saja," kata Indriyanto.
Karena tidak puas dengan hasil tes tersebut, Indriyanto lantas meminta untuk menjalani pemeriksaan X-ray pada dada dan juga CT Scan pada 1 Desember 2010. Hasil tes tersebut keluar pada hari itu juga.
"Itu merupakan hari paling mengerikan dalam hidup saya. Saya diberi tahu saya mengidap kanker," kata Indriyanto.
Setelah itu Indriyanto pulang dan menginformasikan kabar sedih tersebut ke keluarganya. Singkat cerita, Indriyanto mendapatkan saran untuk menjalani pengobatan di Singapura. Di Negeri Singa, Indriyanto menjalani serangkaian kemoterapi.
"Saya sudah menjalani 19 sesi kemoterapi dan 30 sesi tomoterapi dan sampai sekarang saya masih menjalani treatment," kata Indriyanto pada tulisan yang diunggah Juli 2012 ini.
Belum diketahui bagaimana kelanjutan terapi yang dilakukan Indriyanto itu. Namun yang jelas, Indriyanto masih aktif di berbagai kegiatan, menjadi penasihat Kapolri, jadi saksi ahli di persidangan dan terakhir menerima penunjukan Presiden Jokowi sebagai plt pimpinan KPK bersama Taufiequrrachman Ruki dan Johan Budi.
(fjp/nrl)