"Atas insiden ini wajar bila Presiden Jokowi bertindak tegas dengan memanggil pulang Dubes Toto Riyanto. Tindakan ini telah ditindaklanjuti oleh Kemlu dengan pengiriman nota protes diplomatik yang keras kepada pemerintah Brasil," ujar Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana dalam rilisnya, Selasa (24/2/2015).
Hikmahanto menjelaskan dalam posisi sekarang ini pemerintah Indonesia sebaiknya tidak mengembalikan Dubes Toto Riyanto ke Brasil sebelum adanya permohonan maaf dari Presiden dan Pemerintah Brasil. Indonesia lebih baik mengosongkan posisi Dubes di Brasil bila Brasil belum juga menyampaikan maaf.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Hikmahanto, Presiden Dilma ketika menunda penerimaan surat kepercayaan telah mencampur-adukkan antara perasaan pribadi dengan kapasitas sebagai Presiden. Tidak seharusnya kemarahan atau kekecewaan Presiden Dilma sebagai pribadi terhadap pelaksanaan hukuman mati di Indonesia dicerminkan dalam kedudukannya sebagai Presiden Brasil.
"Permintaan maaf dari Presiden dan Pemerintah Brasil sebaiknya dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama sebelum Indonesia mengambil tindakan yang lebih tegas. Pemerintah Indonesia bukannya tidak mungkin mengambil tindakan tegas sebagai respons dan tuntutan masyarakat dan politisi yang tidak bisa menerima pelecehan diplomatik yang dilakukan oleh Presiden Dilma," tutupnya.
(mpr/bil)