Dalam unjuk rasa itu, Ketua Aliansi Pengemudi Independen (API) Jateng, Suroso mengatakan dengan aturan toleransi kelebihan muatan 0 persen dan penutupan galian C, maka mengancam mata pencarian sopir truk pasir dan penambang.
Selain itu aturan itu diberlakukan dengan latar belakang kerusakan jalan yang terjadi di Jateng. Suroso pun membantah hal itu dengan kutipan penelitian dosen Universitas Gajah Mada (UGM), Prof Agus Taufiq Mulyono yang menyebutkan kelebihan muatan hanya berpengaruh 12 persen dalam kerusakan jalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka dalam unjuk rasanya melontarkan tiga tuntutan, yaitu Menolak JBI 0 persen kemudian diberlakukan toleransi 75 persen, izin galian C dipermudah, dan mengembalikan seluruh armada dan alat berat yang disita.
Menanggapi hal itu Ganjar turun langsung ke kerumunan sopir truk dan naik ke salah satu bak truk kemudian berorasi. Ganjar mengatakan, banyak penambangan yang dilakukan di daerah konservasi dan berdampak kerusakan lingkungan, sehingga memang harus ditutup.
"Kita mencatat, dapat masukan pelanggaran, kalau tidak ditertibkan saya salah. Saya juga mendengarkan bagaimana teman-teman (sopir) sulit, golek pasir ora iso. Saya juga dapat masukan dari masyarakat yang ilegal kok banyak, saya dimarahin. Dari situ kita bicara sama teman-teman apa yang dikehendaki agar penyelesaian baik," kata Ganjar.
Ganjar juga meminta agar ada perwakilan dari sopir dan penambang untuk melakukan pertemuan hari Rabu (25/2) mendatang. Ia berharap perwakilan pengunjuk rasa bisa datang bersama seorang ahli.
"Kalau meraka mau bawa timnya bicara dengan logika sehat referensi baik, kita jalankan," pungkasnya usai berorasi.
Sebelumnya ratusan truk memadati sejumlah ruas jalan di antaranya Jalan Pahlawan, Ahmad Yani, Menteri Supeno, Jalan Diponegoro, dan Veteran. Namun setelah ditemui Ganjar, satu per satu sopir dan truk meninggalkan lokasi.
(alg/rul)