"Pada 1850 SM muncul dokumen tertulis sebuah determinasi yudisial (putusan pengadilan yang sudah incraht van gewisjde," kata ahli hukum Herman Bakir.
Hal itu ia tuangkan dalam buku 'Filsafat Hukum-Desain dan Arsitektur Kesejarahan' yang diterbitkan Refika Aditama sebagaimana dikutip detikcom, Senin (23/2/2015). Dokumen tertulis itu ditulis dalam sebuah tanah liat tentang pembunuhan dengan korban kuli bangunan dan pelaku tiga orang. Putusan pengadilan ini didasarkan pada Kodifikasi Lipit-Ihstar, kodifikasi hukum pada era dari Dinasti Isin (sekarang Turki).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sang wanita selalu menerima perlakuan kasar almarhumm suaminya selama menjalani hidub berumah-tangga, ia benar-benar telah disia-siakan oleh almarhum," kata Herman.
Pembelaan kedua, ia mengaku tidak terlibat dengan pembunuhan atau berkomplot dengan tiga orang laki-laki pembunuhan. Sang istri juga hidup dengan terus menerus menangis serta memperlihatkan perasaan duka yang mendalam, sepeninggalan suaminya.
"Pengadilan hampir saja percara sepenuhnya pada kesaksian itu, karenanyalah ia memutuskan untuk membebaskan perempuan ini dari hukuman mai. Sekali pun bebas dari hukuman mati, disebutkan bahwa perempuan itu haus menjalani hukuman kurungan dalam waktu yang cukup lama," ujar Herman di halaman 25.
Bagaimana dengan 3 orang pelaku pembunuhan itu? Otoritas negara setempat mengeksekusi mati ketiganya di depan rumah korban, beberapa hari setelah vonis dibacakan dalam sidang pengadilan yang pertama dan final. Tidak diceritakan bagaimana cara eksekusi mati tersebut, apakah dipenggal, digantung atau dilempar batu. Tidak disebutkan pula dalam putusan tanah liat itu nama-nama pelaku dan korban.
(asp/fjp)