Perlawanan 3 Negara Jelang Eksekusi Mati Gembong Narkoba

Perlawanan 3 Negara Jelang Eksekusi Mati Gembong Narkoba

- detikNews
Senin, 23 Feb 2015 08:12 WIB
Perlawanan 3 Negara Jelang Eksekusi Mati Gembong Narkoba
Jakarta - Langkah pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan eksekusi terpidana mati kasus narkotika tampaknya menemui berbagai ganjalan. Berbagai negara yang warga terancam pidana mati berupaya mati-matian agar mereka dapat menghindari timah panas.

Pelaksanaan eksekusi mati gelombang kedua ini merupakan lanjutan dari pelaksanaan eksekusi mati tahap pertama yang telah dilaksanakan pada tanggal 18 Januari 2015. Saat itu, pemerintah Brazil dan Belanda langsung menarik duta besarnya di Indonesia kembali ke negara masing-masing.

Saat ini, pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) selaku eksekutor tengah melakukan persiapan pelaksanaan eksekusi mati terhadap sejumlah terpidana kasus narkotika. Meski belum secara resmi diumumkan, berbagai negara langsung beraksi atas penegakan hukum di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, Presiden Jokowi tetap menegaskan pelaksanaan eksekusi mati jalan terus. Negara-negara yang protes tersebut harus menghormati hukum yang berlaku di Indonesia.

Bentuk protes yang terakhir seperti dari Brazil yang menunda secara mendadak penyerahan credentials Duta Besar designate RI untuk Brasillia, Toto Riyanto, setelah diundang secara resmi untuk menyampaikan credentials pada upacara di Istana Presiden Brasil. Langkah itu dilakukan secara sepihak tanpa alasan yang jelas.

Memang di daftar terpidana mati yang telah ditolak grasinya oleh Jokowi ada nama WN Brazil yaitu Rodrigo Gularte. Tak hanya itu, Australia juga sedang gencar-gencarnya menggemborkan penolakan eksekusi mati. Tak lain karena ada 2 nama WN Australia yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumaran yang masuk dalam daftar tunggu menghadapi regu tembak.

Bagaimana bentuk protes yang dilakukan negara-negara tersebut? Berikut 3 negara yang berupaya menyelamatkan warganya dari timah panas seperti dirangkum detikcom, Senin (23/2/2015):


Brazil Tunda Pemberian Mandat Dubes Indonesia Tanpa Alasan Jelas

Pemerintah Indonesia protes keras atas tindakan pemerintah Brasil yang tiba-tiba menunda pemberian mandat kepada Duta Besar Indonesia untuk Brasil. Tak terima dengan tindakan

pemerintah Brasil, pemerintah menarik pulang Dubes Indonesia untuk Brasil.

"Kemlu sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan Pemerintah Brasil, terkait dengan penundaan secara mendadak penyerahan credentials Duta Besar designate RI untuk Brasillia, Bapak

Toto Riyanto, setelah diundang secara resmi untuk menyampaikan credentials pada upacara di Istana Presiden Brasil pada pukul 9.00 pagi (waktu Brasillia) tanggal 20 Februari 2015," kata

pihak Kemenlu melalui rilis yang diterima, Sabtu (21/2/2015).

Dubes Toto Riyanto sebenarnya saat itu sudah berada di Istana Presiden Brasil untuk menerima mandat seperti undangan yang telah dilayangkan pihak pemerintah Brasil. Namun, tanpa

diduga, pemerintah Brasil secara sepihak membatalkan tanpa alasan yang jelas.

"Cara penundaan penyerahan credentials yang dilakukan oleh Menlu Brasil secara tiba-tiba pada saat Dubes designate RI untuk Brasillia telah berada di Istana Presiden Brasil merupakan

suatu tindakan yang tidak dapat diterima oleh Indonesia," jelas pihak Kemenlu.

Tak terima dengan sikap sepihak pemerintah Brasil, Indonesia menarik pulang Dubesnya. Selain itu, Indonesia juga mengirimkan nota protes atas tindakan pemerintah Brasil yang

melanggar etika berhubungan antar pemerintahan.

"Kemlu telah memanggil Duta Besar Brasil untuk Indonesia pada 20 Februari 2015, pukul 22.00 WIB untuk menyampaikan protes keras terhadap tindakan tidak bersahabat tersebut

sekaligus menyampaikan nota protes," ungkap Kemenlu.

"Pemerintah Indonesia juga telah memanggil pulang ke Jakarta Dubes RI designate untuk Brasil sampai jadwal baru penyerahan credentials dipastikan oleh Pemerintah Brasil," tegasnya.

Pemerintah menduga, tindakan sepihak pemerintah Brasil masih ada hubungannya dengan eksekusi mati seorang warga Brasil terpidana kasus Narkotika beberapa waktu lalu. Seperti

diketahui, saat Indonesia memutuskan untuk mengeksekusi mati warga negara Brasil terpidana kasus narkotika, Marco Archer Cardoso Moreira (53) pemerintah Brasil memprotes keras

bahkan langsung memanggil pulang Dubesnya.

"Sebagai negara demokratis yang berdaulat dan memiliki sistem hukum yang mandiri serta tidak memihak, maka tidak ada negara asing atau pihak manapun dapat mencampuri penegakan

hukum di Indonesia, termasuk terkait dengan penegakan hukum untuk pemberantasan peredaran narkoba," ujar pihak Kemenlu.

Brazil Tunda Pemberian Mandat Dubes Indonesia Tanpa Alasan Jelas

Pemerintah Indonesia protes keras atas tindakan pemerintah Brasil yang tiba-tiba menunda pemberian mandat kepada Duta Besar Indonesia untuk Brasil. Tak terima dengan tindakan

pemerintah Brasil, pemerintah menarik pulang Dubes Indonesia untuk Brasil.

"Kemlu sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan Pemerintah Brasil, terkait dengan penundaan secara mendadak penyerahan credentials Duta Besar designate RI untuk Brasillia, Bapak

Toto Riyanto, setelah diundang secara resmi untuk menyampaikan credentials pada upacara di Istana Presiden Brasil pada pukul 9.00 pagi (waktu Brasillia) tanggal 20 Februari 2015," kata

pihak Kemenlu melalui rilis yang diterima, Sabtu (21/2/2015).

Dubes Toto Riyanto sebenarnya saat itu sudah berada di Istana Presiden Brasil untuk menerima mandat seperti undangan yang telah dilayangkan pihak pemerintah Brasil. Namun, tanpa

diduga, pemerintah Brasil secara sepihak membatalkan tanpa alasan yang jelas.

"Cara penundaan penyerahan credentials yang dilakukan oleh Menlu Brasil secara tiba-tiba pada saat Dubes designate RI untuk Brasillia telah berada di Istana Presiden Brasil merupakan

suatu tindakan yang tidak dapat diterima oleh Indonesia," jelas pihak Kemenlu.

Tak terima dengan sikap sepihak pemerintah Brasil, Indonesia menarik pulang Dubesnya. Selain itu, Indonesia juga mengirimkan nota protes atas tindakan pemerintah Brasil yang

melanggar etika berhubungan antar pemerintahan.

"Kemlu telah memanggil Duta Besar Brasil untuk Indonesia pada 20 Februari 2015, pukul 22.00 WIB untuk menyampaikan protes keras terhadap tindakan tidak bersahabat tersebut

sekaligus menyampaikan nota protes," ungkap Kemenlu.

"Pemerintah Indonesia juga telah memanggil pulang ke Jakarta Dubes RI designate untuk Brasil sampai jadwal baru penyerahan credentials dipastikan oleh Pemerintah Brasil," tegasnya.

Pemerintah menduga, tindakan sepihak pemerintah Brasil masih ada hubungannya dengan eksekusi mati seorang warga Brasil terpidana kasus Narkotika beberapa waktu lalu. Seperti

diketahui, saat Indonesia memutuskan untuk mengeksekusi mati warga negara Brasil terpidana kasus narkotika, Marco Archer Cardoso Moreira (53) pemerintah Brasil memprotes keras

bahkan langsung memanggil pulang Dubesnya.

"Sebagai negara demokratis yang berdaulat dan memiliki sistem hukum yang mandiri serta tidak memihak, maka tidak ada negara asing atau pihak manapun dapat mencampuri penegakan

hukum di Indonesia, termasuk terkait dengan penegakan hukum untuk pemberantasan peredaran narkoba," ujar pihak Kemenlu.

Perancis Panggil Dubes Sebagai Bentuk Penolakan Hukuman Mati

Menteri Luar Negeri dan Pembangunan Internasional Perancis Laurent Fabius memanggil Duta Besar RI di Perancis, Hotmangadjara Pandjaitan hari ini. Pemanggilan tersebut terkait

hukuman mati yang akan diberikan kepada Serge Areski Atlaoui.

Serge merupakan terpidana mati atas perannya sebagai ahli peracik ekstasi di pabrik Cikande, Tangerang tahun 2005 yang juga disebut-sebut sebagai pabrik terbesar di Asia.

"Perancis secara tegas menentang hukuman mati, di semua tempat dan dalam keadaan apapun," ujar Fabius seperti yang tertulis dalam surat pernyataan Kedutaan Perancis yang diterima

detikcom, Rabu (18/2/2015).

Fabius menyampaikan bahwa ia sangat prihatin atas situasi terpidana mati asal Perancis Serge Areski Atlaoui. Fabius juga mengingatkan kembali bahwa situasi tersebut telah diangkat

beberapa kali dalam beberapa pekan terakhir oleh otoritas Perancis.

"Kita juga memperhatikan hak-hak rekan senegara kami," lanjutnya.

Seperti diketetahui, rencana Presiden Joko Widodo yang akan mengeksekusi puluhan gembong narkoba kelas internasional membuat heboh dunia. Australia langsung meminta warga

negaranya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran tidak dieksekusi dan mengancam akan memboikot wisata Indonesia. Sekjen PBB Ban Ki-moon juga meminta hal serupa yang meminta

Indonesia menghentikan eksekusi mati bagi terpidana narkotika.

"Pemerintah Australia akan tetap sepenuhnya mengawal situasi atas Bapak Atolui," pungkasnya.

Perancis Panggil Dubes Sebagai Bentuk Penolakan Hukuman Mati

Menteri Luar Negeri dan Pembangunan Internasional Perancis Laurent Fabius memanggil Duta Besar RI di Perancis, Hotmangadjara Pandjaitan hari ini. Pemanggilan tersebut terkait

hukuman mati yang akan diberikan kepada Serge Areski Atlaoui.

Serge merupakan terpidana mati atas perannya sebagai ahli peracik ekstasi di pabrik Cikande, Tangerang tahun 2005 yang juga disebut-sebut sebagai pabrik terbesar di Asia.

"Perancis secara tegas menentang hukuman mati, di semua tempat dan dalam keadaan apapun," ujar Fabius seperti yang tertulis dalam surat pernyataan Kedutaan Perancis yang diterima

detikcom, Rabu (18/2/2015).

Fabius menyampaikan bahwa ia sangat prihatin atas situasi terpidana mati asal Perancis Serge Areski Atlaoui. Fabius juga mengingatkan kembali bahwa situasi tersebut telah diangkat

beberapa kali dalam beberapa pekan terakhir oleh otoritas Perancis.

"Kita juga memperhatikan hak-hak rekan senegara kami," lanjutnya.

Seperti diketetahui, rencana Presiden Joko Widodo yang akan mengeksekusi puluhan gembong narkoba kelas internasional membuat heboh dunia. Australia langsung meminta warga

negaranya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran tidak dieksekusi dan mengancam akan memboikot wisata Indonesia. Sekjen PBB Ban Ki-moon juga meminta hal serupa yang meminta

Indonesia menghentikan eksekusi mati bagi terpidana narkotika.

"Pemerintah Australia akan tetap sepenuhnya mengawal situasi atas Bapak Atolui," pungkasnya.

PM Australia Singgung Bantuan Tsunami Aceh dengan Terpidana Mati Bali Nine


Selain Perancis, Australia juga bereaksi. Perdana Menteri Australia, Tony Abbott meminta Indonesia untuk mengingat kontribusi Australia yang diberikan, saat membantu bencana tsunami. Imbauannya ini diungkapkan agar Indonesia membatalkan eksekusi dua warga negaranya yang terlibat penyelundupan narkoba.

Penundaan rencana pemindahan dua warga Australia terpidana mati, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran oleh Jaksa Agung Muhammad Prasetyo disambut baik oleh PM Tony Abbott.

Menurut PM Abbott hal tersebut menjadi tanda yang baik dari Indonesia, meskipun masih belum ada indikasi apakah kedua warganya akan diberi ampunan atau tidak oleh pemerintah Indonesia. PM Abbott juga mengatakan kalau dirinya berharap Indonesia akan membalas kebaikan Australia.

"Ketika Indonesia dilanda tsunami, Australia memberi bantuan senilai satu miliar dolar," kata PM Abbott. "Kami mengirim pasukan angkatan darat dalam jumlah banyak untuk membantu Indonesia di bidang kemanusiaan."

Rencana penundaan juga disambut baik oleh Julian McMahon, pengacara Sukumaran dan Chan dari Australia, selain juga oleh Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop.

Sementara itu salah satu pastor yang kerap melakukan penyuluhan kepada Andrew Chan mengatakan sejumlah tahanan bahkan rela menawarkan diri untuk menggantikan posisi Chan di hadapan regu penembak.

"Ada sembilan tahanan yang menawarkan diri, sampai sebegitu cintanya mereka terhadap Chan," ujar Jeff Hammond.

Menurut Hammond, Chan dianggap sebagai panutan dan rencana eksekusi terhadap dirinya telah mencemaskan sejumlah tahanan di penjara Kerobokan.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menunda rencana pemindahan Sukumaran dan Chan dari Kerobokan ke Pulau Nusa Kambangan, kemarin (17/02). Penundaan dilakukan agar keduanya memiliki lebih banyak waktu untuk bersama keluarganya.

PM Australia Singgung Bantuan Tsunami Aceh dengan Terpidana Mati Bali Nine


Selain Perancis, Australia juga bereaksi. Perdana Menteri Australia, Tony Abbott meminta Indonesia untuk mengingat kontribusi Australia yang diberikan, saat membantu bencana tsunami. Imbauannya ini diungkapkan agar Indonesia membatalkan eksekusi dua warga negaranya yang terlibat penyelundupan narkoba.

Penundaan rencana pemindahan dua warga Australia terpidana mati, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran oleh Jaksa Agung Muhammad Prasetyo disambut baik oleh PM Tony Abbott.

Menurut PM Abbott hal tersebut menjadi tanda yang baik dari Indonesia, meskipun masih belum ada indikasi apakah kedua warganya akan diberi ampunan atau tidak oleh pemerintah Indonesia. PM Abbott juga mengatakan kalau dirinya berharap Indonesia akan membalas kebaikan Australia.

"Ketika Indonesia dilanda tsunami, Australia memberi bantuan senilai satu miliar dolar," kata PM Abbott. "Kami mengirim pasukan angkatan darat dalam jumlah banyak untuk membantu Indonesia di bidang kemanusiaan."

Rencana penundaan juga disambut baik oleh Julian McMahon, pengacara Sukumaran dan Chan dari Australia, selain juga oleh Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop.

Sementara itu salah satu pastor yang kerap melakukan penyuluhan kepada Andrew Chan mengatakan sejumlah tahanan bahkan rela menawarkan diri untuk menggantikan posisi Chan di hadapan regu penembak.

"Ada sembilan tahanan yang menawarkan diri, sampai sebegitu cintanya mereka terhadap Chan," ujar Jeff Hammond.

Menurut Hammond, Chan dianggap sebagai panutan dan rencana eksekusi terhadap dirinya telah mencemaskan sejumlah tahanan di penjara Kerobokan.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menunda rencana pemindahan Sukumaran dan Chan dari Kerobokan ke Pulau Nusa Kambangan, kemarin (17/02). Penundaan dilakukan agar keduanya memiliki lebih banyak waktu untuk bersama keluarganya.
Halaman 2 dari 8
(dha/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads