Pernyataan Jokowi melanggar UU Polri dilontarkan oleh Wasekjen PDIP Ahmad Basarah. Dalam pernyataannya, dia menyiratkan 'keengganan' partainya membela Jokowi terkait kapolri.
"Keputusan Presiden tersebut tentu saja akan menyulitkan posisi Fraksi PDIP sebagai fraksi partai pemerintah di DPR untuk membela kebijakan presiden Jokowi soal Kapolri tersebut, ketika ada fraksi-fraksi lain di DPR yang mengusulkan interpelasi. Karena memang secara nyata Presiden telah melanggar UU Polri," kata Basarah lewat pesan tertulisnya kepada detikcom, Rabu (18/2) lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya termasuk yang sejak awal tidak sependapat bila Jokowi dinilai melanggar UU Polri bila tidak jadi melantik BG dan mengajukan nama baru. Dalam beberapa kesempatan, saya selalu mengatakan bahwa pengangkatan (dan pemberhentian) Kapolri adalah hak prerogatif presiden yang dibatasi oleh persetujuan DPR," kata Refly dalam pernyataan tertulisnya.
Refly mengatakan, Presiden tidak bisa disalahkan atau dianggap tidak berwenang bila tidak jadi mengangkat atau melantik nama yang telah disetujui DPR. UU Polri tidak mengatur hal ini.
"Dalam pandangan saya, persetujuan DPR bersifat pasif. DPR hanya menyetujui atau tidak menyetujui calon yang diajukan. Apakah calon yang disetujui tersebut bakal dilantik atau tidak, sepenuhnya terserah Presiden sebagai bagian dari hak prerogatif," ulas Refly.
"Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi dapat menentukannya sendiri berdasarkan kewenangan konstitusional yang dimiliki berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan negara," imbuhnya.
Berikut aturan pergantian Kapolri menurut pasal 11 UU nomor 2 tahun 2002:
(1) Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.
(3) Persetujuan atau penolakan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap usul Presiden sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), calon yang diajukan oleh Presiden dianggap disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(5) Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(6) Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
(7) Tata cara pengusulan atas pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (6) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
(8) Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan selain yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.
(trq/van)