"Komisi III kecil kemungkinan akan menolak Perppu Jokowi tentang KPK," kata anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra Martin Hutabarat kepada detikcom, Kamis (19/2/2015).
Pengalaman penolakan Perppu serupa itu sebenarnya pernah terjadi di era Presiden SBY. Kala itu, tahun 2010, Perppu soal Plt Pimpinan KPK yang diterbitkan SBY ditolak oleh DPR. Sejurus kemudian, Plt Ketua KPK saat itu Tumpak Hatorangan Panggabean mundur dari posisinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kondisi sekarang berbeda dengan lima tahun lalu saat SBY mengeluarkan Perpu tentang KPK akibat kekosongan tiga orang pimpinan KPK. Lima tahun lalu kami menolak Perpu SBY karena Bibit dan Chandra, komisioner KPK, kasus tersangkanya oleh Polri sudah dideponeering oleh Jaksa Agung, sehingga mereka bisa langsung bertugas kembali. Jadi Perpu itu hanya berjalan kira-kira lima bulan," tutur Martin.
Membandingkan dengan yang terjadi pada Pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto sekarang yang telah dijadikan tersangka, Martin melihat tak ada tanda-tanda kasus keduanya bakal berakhir dengan deponeering atau semacamnya.
"Malah pemerintah terkesan mendorong kasus mereka diteruskan ke Pengadilan. Kepolisian apalagi, bersikap jauh lebih keras. Sehingga kekosongan pimpinan di KPK diperkirakan memakan waktu lama, sehingga perlu diisi secepatnya agar KPK jangan lumpuh," tilik Martin.
Namun desakan masyarakat untuk menyelamatkan KPK menguat, dan juga Perppu Plt Pimpinan KPK yang dikeluarkan Jokowi harus didukung. Plt Pimpinan KPK yang dimaksud adalah Johan Budi, Taufiqurrachman Ruki, dan Indriyanto Seno Aji. Komisi III dinilai Martin bakal memahami ini.
"Sebab orang-orang yang didudukkan seperti Ruki dan Johan Budi adalah orang-orang yang dihargai integritasnya dan mengenal betul isi perut KPK ini. Oleh karena itu kami di Komisi III dalam rapat bulan Maret yang akan datang, saya perkirakan cenderung akan menerimanya. Meskipun tentu ada beberapa catatan-catatan," ujar Martin.
(dnu/ndr)