Ketua umum Partai Golkar hasil Munas Jakarta Agung Laksono, mengatakan Mahkamah Partai Golkar lebih berwenang memutuskan masalah dualisme kepengurusan dibanding pengadilan. Agung lalu membeberkan beberapa argumentasinya.
"Pertama, UU nomor 2 tahun 2011 (tentang Parpol) menyebutkan perselisihan partai harus diselesaaikan melalui mahkamah partai atau sejenisnya, baru pengadilan," kata Agung Laksono saat berbincang di ruang kerjanya kantor DPP Golkar Jl Anggrek Neli Murni, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (18/2/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan PN Jakpus menyebutkan mahkamah partai itu yang terdiri dari ketua Prof Muladi, Prof Andi Mattalatta, Prof Natabaya, Djasri Marin dan Aulia Rachman. Mahkamah hasil Munas Riau, itu yang terdaftar," ujarnya.
Kedua, Surat Edaran Mahkamah Agung yang ditujukan kepada semua Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi se-Indonesia bahwa penyelesaian masalah internal partai terkait kepengurusan dan lainnya, termasuk kebijakan partai yang dianggap tidak fair atau tak sesuai AD/ART supaya diselesaikan melalui internal. Jangan dulu di pengadilan.
"Ketiga, PN Jakpus itu di samping (keputusan mengembalikan ke mahkamah partai), juga bunyi dari surat eksepsi Pak Yusril (pengacara ARB -red) yang meminta supaya pengadilan tidak mengadili atau tidak berwenang mengadili. Eksepsi itu dikabulkan," paparnya.
"Lalu kok punya pendapat lain (tunggu PN Jakbar -red)? Itu pendapat yang sangat keliru, karena namanya patuh hukum, ikutilah. Tak melalui cara-cara kekerasan dan tidak berdasarkan ketentuan," tutur Agung.
Keempat, AD/ART Partai Golkar yang menyebut setiap permasalahan lebih dulu diselesaikan secara internal. Kemudian kelima, Peraturan Organisasi (PO) nomor 13 dan 14 tentang tata cara beracara dan kewenangan mahkamah partai.
"Di samping itu, (keenam) surat Kemenkum HAM point dua agar diselesaikan secara internal melalui mahkamah partai atau sejenisnya. Apabila tidak tercapai baru ke pengadilan," tegas mantan Menkokesra itu.
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Partai Golkar akan menggelar satu kali lagi sidang pada Rabu (25/2) mendatang dengan agenda mendengar tanggapan kubu Aburizal Bakrie. Namun melalui juru bicaranya Tantowi Yahya, mereka lebih memilih menunggu putusan PN Jakarta Barat.
(iqb/van)