Putusan pertama adalah putusan Mahkamah Partai Golkar yang akan dibacakan pada Rabu (25/2) pekan depan. Mahkamah partai sebelumnya sudah dua kali menggelar sidang atas permohonan kubu Agung Laksono.
Permohonan itu sebagai tindak lanjut dari putusan PN Jakarta Pusat yang diajukan kubu Agung Laksono. PN Jakpus memutuskan tak berwenang mengadili konflik Golkar dan meminta agar konflik diselesaikan lebih dulu melalui Mahkamah Partai Golkar. Putusan PN Jakpus ini senada dengan putusan Menkum HAM sebelumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah dua kali sidang yang keduanya tak dihadiri kubu Aburizal, keputusan mahkamah sedianya akan dibaca hari ini. Namun mahkamah menunda hingga pekan depan karena masih berharap Aburizal mau datang untuk memberi klarifikasi.
"Nanti kita dengar minggu depan sambil interaksi antar mereka. Kita beri kesempatan tanya jawab, malamnya kita selesaikan," ucap ketua Mahkamah Partai Prof Muladi Selasa (17/2) kemarin.
Sementara itu, kubu Aburizal Bakrie memilih jalur sendiri, yaitu menunggu putusan di PN Jakarta Barat yang juga akan diputus dalam waktu dekat. Melalui juru bicaranya Tantowi Yahya, mengatakan putusan PN Jakbar lebih kuat karena memiliki kekuatan hukum yang lebih pasti dibanding mahkamah partai.
Dia menilai putusan PN Jaksel bukan meminta DPP menyelesaikan konflik melalui mahkamah partai, melainkan melalui 'partai'. Dengan begitu pengadilan dianggapnya lebih kuat, dibanding mahkamah partai.
Padahal PN Jakarta Selatan melalui humasnya Jamaluddin Samosir, menegaskan gugatan kubu Agung tidak dapat diterima dengan pertimbangan harus lebih dulu disahkan Mahkamah Partai. Hal itu juga sesuai dengan UU Parpol.
Lalu, sama seperti dengan kubu Agung, kubu Aburizal juga akan langsung mendaftarkan putusan PN Jakbar tersebut ke Menkum HAM untuk dapat pengesahan. Maka ada dua keputusan untuk mengakhiri konflik dualisme Golkar, keputusan mahkamah dan PN Jakbar. Mana yang akan disahkan?
(iqb/trq)