Budi Waseso: Tidak Perlu Waswas dengan Saya

Budi Waseso: Tidak Perlu Waswas dengan Saya

- detikNews
Rabu, 18 Feb 2015 10:59 WIB
(Foto: Rachman Haryanto/detikcom)
Jakarta - Komisaris Jenderal Budi Waseso siap menjadi Kepala Polri bila Presiden Joko Widodo memilihnya untuk menggantikan Komjen Budi Gunawan, yang pencalonannya menuai kontroversi setelah dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sama seperti Budi Gunawan, pencalonan Budi Waseso memicu kontroversi.

Aktivis antikorupsi ramai-ramai menolaknya. Budi Waseso dicemaskan akan semakin memperburuk konflik KPK dengan polisi bila menjadi Kapolri.

Sebagai Kabareskrim sekarang, Budi Waseso dianggap mengkriminalisasi para pimpinan KPK. Pada zaman Budi Waseso inilah empat pimpinan KPK dilaporkan ke Mabes Polri dan diproses secara kilat. Ada yang sudah dijadikan tersangka, bahkan ada kejadian penangkapan. Budi Waseso membantah memiliki dendam kepada pimpinan komisi antirasuah itu. Ia mengklaim hanya menangani oknum pimpinan KPK yang melanggar hukum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

β€œSaya tidak ada masalah, jadi tidak perlu waswas dengan saya,” kata Budi saat ditemui majalah detik di rumah dinas Kabareskrim, Jalan Panglima Polim, Jakarta, Jumat, 13 Februari 2015.

Berikut ini wawancara Isfari Hikmat dari majalah detik dengan Komjen Budi Waseso.

Nama Anda masuk bursa calon Kapolri. Kabareskrim biasanya merupakan calon kuat Kapolri. Bagaimana tanggapan Anda?

Ya, kan banyak, ada delapan calon. Oh, (kalau Kabareskrim disebut calon kuat) itu kan dugaan orang. Tinggal penilaian saja, ha-ha-ha….

Kalau nanti terpilih jadi Kapolri, perseteruan KPK-Polri apakah masih akan berlanjut?

Oh, ndak, yakinlah tidak. Sekali lagi yang saya tangani ini adalah personnya, pribadi-pribadi orang, oknum yang melakukan pelanggaran hukum. Hanya, karena itu, orang ini dilibat-libatkan dengan lembaga, institusi. Padahal tidak ada. Saya masih berkoordinasi sampai saat ini dengan KPK dalam kasus-kasus korupsi yang saya tangani. Karena KPK punya kewenangan untuk supervisi, untuk pengawasan. Saya tidak ada masalah, jadi tidak perlu waswas dengan saya.

Mungkin karena kedekatan Anda dengan Budi Gunawan, sehingga dianggap jadi perpanjangan tangannya?

Cara berpikirnya jangan begitu. (Kepada) setiap atasan saya, saya harus mendekat karena saya anak buah. Kedekatan saya sama beliau itu memang karena saya anak buahnya.

Artinya kedekatan di sini ketika dalam pelaksanaan tugas, khususnya di lingkungan itu ya harus dekat, dong. Namanya profesional, yakinlah. Jangan kedekatan itu disalahartikan.

Ada pihak yang khawatir Anda dendam dengan KPK?

Oh, ndak. Mengapa harus khawatir? Saya tidak dendam. Buktinya, anggota saya sampai saat ini masih berkoordinasi dengan KPK terkait pelaksanaan penanganan tindak korupsi. Kok saya dendam, dendam dari mana. Ini tidak ada dendam.

Kasus yang menjadikan Abraham Samad sebagai tersangka katanya tinggal difinalisasi?

Ha-ha-ha... ya, gini. Yang pertama, saya harus teliti dalam kasus apa pun. Pekerjaan harus saya teliti. Saya tidak berangkat dari suka atau tidak suka. Dendam tidak boleh. Kita harus profesional dalam menegakkan hukum. Kalau dendam, nanti jadi tidak obyektif. Lillahi ta’ala, saya tidak dendam.

Saat ini situasi KPK-Polri sedang genting?

Saya pikir bukan masalah KPK dan Polri. Saya hanya bilang ini ada kemungkinan pihak ketiga yang bermain supaya saya dengan KPK selalu seteru.

KPK tidak mau berkoordinasi dengan Polri terkait ancaman?

Mau, tadi sudah lapor, kok. Itu kan saya kira tidak ada masalah. Makanya saya bilang, masak iya, sih. Coba kemarin KPK mau mogok, dia push saya mau mogok semua karyawannya. Terus, habis itu, KPK mau dikriminalisasi, terus KPK mau dilumpuhkan, isunya kan begitu. Terus sekarang KPK diteror.

Tidak usah begitu! Padahal Pak BW (Bambang Widjojanto) kan bilang, β€œSeandainya saya hari ini meninggalkan jasad saya, saya siap.” Betul enggak? β€œJasad saya berikan untuk kebenaran.” La, sekarang baru teror kok sudah bingung. Kalau toh benar ada teror, kenapa dia takut.

Tapi apakah teror kepada KPK sudah ditangani?

Begitu ada laporan, ya kita tangani. Tanpa kita menduga-duga dengan pemahaman kita, jangan. Kita harus bicara obyektif, itulah yang ayah saya selalu bilang, β€œKamu harus jujur.” Makanya itu saja pedoman saya, buat apa saya takut kalau jujur.

Soal jujur, apakah harta kekayaan Anda sudah dilaporkan ke KPK?

Itulah kejujuran saya. Kenapa? Saya kan punya barang yang tadi susah ditebak. Kalau saya bilang mobil ini Rp 10 juta, terus ada yang naksir dengan harga Rp 50 juta, berarti saya bohong, kan. Jangan di kemudian hari itu dipakai untuk memukul saya, seperti yang dilakukan sekarang terhadap Pak Budi Gunawan.

Ini pengalaman saya. Bukan saya tidak mau, tapi saya harus ditafsir jujur barang saya, yang menaksir harus ahlinya. Seperti senjata saya kan ada nilainya. Pisau saya banyak, ada nilainya, harus dilaporkan. Jangan saya yang melaporkan, yang menulis harus orang yang mengerti. Saya mau jujur.

Berapa nilainya menurut Anda?

Tidak tahu.

Mencapai miliaran rupiah?

Tidak tahu. Tergantung nanti yang mengkalkulasi.

Memangnya masih proses sampai sekarang?

Iya, kan mobil saya dikalkulasi, barang rongsokan kan juga ditaksir kan, yang di bengkel kan ditaksir.

Termasuk senjata yang dikoleksi?

Bukan koleksi, saya ini kan hobi. Kalau koleksi itu kan tidak dipakai, saya kan pemburu, atlet menembak, masih aktif. Saya kan Ketua Bidang Tembak Berburu Perbakin. Saya aktif memang. Saya juga punya bela diri.

Suratnya lengkap?

Lengkap (mengeluarkan kartu anggota Perbakin dan izin menembak). Surat (senjata) bela diri juga lengkap.

Apakah Polri tersinggung karena Budi Gunawan dijadikan tersangka saat akan tinggal selangkah menjadi Kapolri. Ada yang menilai yang dilakukan KPK terhadap calon pimpinan Polri seperti melempar kotoran?

Saya nilai bukan begitu. KPK dengan Polisi itu ada kerja sama, MOU. Ada norma-norma kelembagaan yang harus saling dijunjung dan dijaga, seperti tadi saya punya kewajiban melaporkan penanganan kasus korupsi kepada KPK. Itu harus saya junjung tinggi. Oleh sebab itu, setiap perkembangan saya laporkan, dan berjalan.

Itu wujud nyata menghormati lembaga KPK. Artinya, siapa pun, bukan hanya KPK, di jaksa dan polisi, kita ada norma kelembagaan yang tidak bisa ditabrak. Seperti kemarin saya membuat TR (telegram rahasia) yang katanya menghalang-halangi penyidikan KPK.

Saya ini mantan Propam (Profesi dan Pengamanan), saya tahu aturan internal, karena polisi ini bukan sipil murni. Polisi itu institusi yang punya aturan internal. Di kala seorang polisi, di situ sudah jelas, berhubungan atau berkaitan dengan kewajiban hukum, dia harus melaporkan ke Propam untuk mendapatkan pengamanan. Serta berkewajiban melaporkan ke Divkum (Divisi Hukum) untuk mendapat bantuan hukum. Itu yang saya punya TR ke seluruh Indonesia.

TR saya bukan rahasia, terbuka. Tidak apa, akan saya buktikan. Tidak ada urusan menghalangi. Supaya norma-norma kelembagaan ini dihargai, diamankan, diberikan haknya, karena itu diatur. Saya tidak takut, kok. Ombudsman sudah datang untuk audit saya tentang kriminalisasi, silakan dibuktikan.

Komnas HAM juga sudah datang?

Kan saya sudah datang, duduk satu meja.

Termasuk dengan KPK?

Untuk apa, inilah akhirnya yang membuat seolah-olah saya ada masalah dengan KPK, seolah-olah Komnas HAM yang bisa menjembatani. Saya tidak mau yang begitu-begitu. Ini membuat opini yang blunder. Makanya saya tidak mau, kan tidak ada masalah. Itu hak Komnas HAM menyatakan saya bersalah. Silakan saja umumkan, memang kenapa.

Ada yang bilang Anda orangnya sederhana. Apakah benar?

Tidak tahu saya ya, tapi itulah saya. Saya tidak ikut-ikut orang, tapi saya selalu bicara fungsi. Orang kadang-kadang melihat kursi bekas yang lama tidak bagus, tidak (menarik) selera. Kan ini fungsinya untuk duduk, masih bisa digunakan untuk duduk.

Istri tidak protes?

Enggak, istri saya sama dengan saya. Mungkin itulah kecocokan saya dengan istri saya. Karena kita tidak pernah mengada-ada, tidak ingin hidup yang aneh-aneh.

Anda bertemu dengan istri di PTIK?

Ha-ha-ha… (dia) salah satu responden saya ketika penelitian. Saya mahasiswa PTIK, Ibu mahasiswi. Karena sering kita tanya untuk bahan penelitian, lama-lama kan komunikasi. Saya sama istri saya cuma kenal sebulan saja langsung jadi, ha-ha-ha....

Kabarnya Anda dulu suka gonta-ganti pacar?

Oh, ya, waktu saya muda memang iya. Ketika sudah sama Ibu tidak ada lagi. Kalau kita berteman, itu wajar-wajar saja. Yang terpenting kan kita tahu batasannya, kita tahu posisinya. Itu masa muda saja, masa remaja, masa penyesuaian, masa memilih. Belum menentukan.

Anak Anda dijodohkan dengan putra Komjen Budi Gunawan?

Sekarang begini, seperti kalau saya dalam pendekatan ketika naksir seseorang itu kan pasti pendekatan, sah-sah saja. Terhadap siapa pun.

Foto mereka mesra sekali sambil gandengan?

Mesra atau gandengan tidak apa-apa. Di kala dalam penyesuaian pasangan, kita memilih. Makanya tadi pacar saya banyak, jujur banyak saya katakan. Dan sekarang hubungannya tetap baik.

(pal/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads