Kasus bermula saat Nasirman (46) membeli kayu jati kepada Sudi di pinggir jalan Desa Konte, Kecamatan Kompe pada 13 November 2014. Dalam proses jual beli ini, seorang pegawai honorer Dinas Kehutanan setempat, Haris (41) mengeluarkan Nota Angkutan Penggunaan Sendiri sehingga kayu jati itu menjadi legal. Lalu kayu itu lalu diangkut dengan dua truk yang dikemudikan Syamsudin Mustamin dan Mahlan Ramadan menuju rumah Nasirman.
Di tengah jalan, truk dihentikan polisi hutan. Setelah dicek, ternyata kayu tersebut bermasalah dan nota yang dikeluarkan Harris ternyata bodong. Lantas, Nasirman, Syamsudin dan Ramadan digelandang ke Polres Dompu untuk disidik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menjatuhkan pidana selama 1 tahun," putus majelis hakim sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Rabu (18/2/2015).
Selain dihukum 1 tahun, Nasirman juga didenda Rp 500 juta dan jika tidak mau membayar diganti dengan hukuman 1 bulan kurungan. Lantas bagaimana dengan Haris? Majelis hakim yang terdiri dari ketua Djuyamto dengan anggota M Hasanuddin Hefni dan Ni Putu Asih Yudiastri tidak tinggal diam.
"Menetapkan Haris, umur 40 tahun, sebagai tersangka dan dimasukan dalam daftar pencarian orang (DPO)," perintah majelis.
Lantas bolehkan majelis hakim menerapkan tersangka? Khusus kasus kehutanan, UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan memberikan kewenangan itu. Pasal 36 huruf d menyebutkan:
Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik, pentuntut umum atau hakim berwenang menetapkan seseorang sebagai tersangka dan dimasukan dalam daftar pencarian orang.
(asp/try)