"Sekarang bukan Jogja, di Jawa Tengah, di mana, kalau dikatakan anak kandung (dan) istri, kira-kira kecenderungannya apa? Laki-laki. Konotasinya? Laki-laki. Itu saja," ujar Sultan usai menghadiri penandatanganan MoU Pengembangan dan Pelestarian Geopark Gunung Sewu di Bangsal Kepatihan, Yogyakarta, Selasa (17/2/2015).
Di dalam Pasal 18 ayat 1 UUK disebutkan persyaratan calon gubernur yang harus menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat pekerjaan, pendidikan, saudara kandung, istri, dan anak. Menurut Sultan, bagian ini diskriminatif. Tidak memberi kesempatan pada perempuan untuk menjadi gubernur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu, apakah Sultan menilai UUK perlu direvisi? "Kalau itu, terserah DPRD. Bukan hak saya. Kalau saya nggak masalah," jawab Sultan.
Sultan menegaskan penilaiannya ini tak ada hubungannya dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kemudian saat ditanya wartawan soal kemungkinan putri-putrinya akan mendapat kesempatan menjadi gubernur, jika kalimat di pasal itu dihapuskan, Sultan membantah keterkaitan itu.
"Kok putri barang (segala)? Urusannya apa? Undang-undang tidak ada hubungannya dengan itu (putri)," tegasnya.
"Undang-undang mengatur untuk menjadi gubernur, bukan menjadi Sultan lho," kata Sultan.
DPRD DIY saat ini masih merumuskan Peraturan Daerah Istimewa tentang pengisian jabatan gubernur dan wakilnya. Prosesnya hingga saat ini masih berjalan alot.
(sip/try)