Ini Saran 5 Tokoh untuk Menyelamatkan KPK

Ini Saran 5 Tokoh untuk Menyelamatkan KPK

- detikNews
Selasa, 17 Feb 2015 15:08 WIB
Ini Saran 5 Tokoh untuk Menyelamatkan KPK
Jakarta - KPK hampir semaput dengan status baru Ketua KPK Abraham Samad sebagai tersangka pemalsuan dokumen yang terjadi 2007 silam. Abraham menyusul Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang telah lebih dulu menyandang status tersangka dengan sangkaan mengarahkan kesaksian palsu.

Beberapa tokoh menyuarakan untuk menyelamatkan KPK, mencoba membangunkan Presiden Jokowi yang berlarut-larut mendiamkan kegaduhan ini.

Apakah nantinya Jokowi akan mengambil keputusan dengan mempertimbangkan saran dari tokoh-tokoh ini untuk menyelamatkan KPK?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut saran tokoh-tokoh tersebut, Selasa (17/2/2015):

1. Refly Harun

Pakar hukum tata negara Refly Harun memberikan masukan yang menurutnya paling rasional. Dia menyarankan Presiden Jokowi segera menunjuk calon Kapolri baru.

"Paling rasional adalah mengajukan calon baru Kapolri yang tidak ada kaitan dengan gonjang-ganjing akhir-akhir ini dan Kapolri baru itu yang diberikan mandat presiden untuk melakukan audit internal untuk memastikan bahwa proses yang terjadi tidak mengandung kriminalisasi. Kemudian ada pembenahan hubungan baik Polisi-KPK, dan Kejaksaan," sarannya.

Namun upaya penyelesaian harus segera dilakukan. Semakin Jokowi menunda, semakin kusut persoalan.

"Itu harus cepat dilakukan dalam pekan ini atau selambat-lambatnya pekan depan. Cuma kendalanya DPR akan reses dan itu persoalan itu yang penting. Namun yang terpenting pesan yang jelas dari presiden," katanya.

1. Refly Harun

Pakar hukum tata negara Refly Harun memberikan masukan yang menurutnya paling rasional. Dia menyarankan Presiden Jokowi segera menunjuk calon Kapolri baru.

"Paling rasional adalah mengajukan calon baru Kapolri yang tidak ada kaitan dengan gonjang-ganjing akhir-akhir ini dan Kapolri baru itu yang diberikan mandat presiden untuk melakukan audit internal untuk memastikan bahwa proses yang terjadi tidak mengandung kriminalisasi. Kemudian ada pembenahan hubungan baik Polisi-KPK, dan Kejaksaan," sarannya.

Namun upaya penyelesaian harus segera dilakukan. Semakin Jokowi menunda, semakin kusut persoalan.

"Itu harus cepat dilakukan dalam pekan ini atau selambat-lambatnya pekan depan. Cuma kendalanya DPR akan reses dan itu persoalan itu yang penting. Namun yang terpenting pesan yang jelas dari presiden," katanya.

2. Jimly Asshiddiqie

Wakil Ketua Tim Sembilan, Jimly Asshiddiqie menyarankan agar Budi Gunawan dan KPK mengambil hikmah dari putusan praperadilan oleh hakim Sarpin Rizaldi. Jimly mengatakan Budi Gunawan tidak boleh merasa di atas angin dengan dicabutnya status tersangka terhadap dirinya.

Lebih baik, Budi sadar diri dan mundur dari pencalonan sebagai Kapolri. Hal itu disebabkan karena KPK bisa memperbaiki prosedur penetapan tersangka dan menjerat Budi kembali.

"Sebaiknya dia (BG) dengan baik-baik dengan jantan menyatakan mengundurkan diri dari proses pencalonan (Kapolri) sehingga DPR tidak bisa mempersoalkan kalau Presiden mengajukan calon baru," kata Jimly di Semarang, Senin (16/2/2015).

Sedangkan KPK, lanjut mantan Ketua MK ini, harus menerima putusan hakim dan bisa memetik pelajaran untuk hati-hati dalam menetapkan tersangka. Jika KPK masih meneruskan upayanya, maka menurut Jimly "perang" akan dimulai.

"Kalau perang mau diteruskan, KPK tersinggung terus berupaya balik ajukan kasasi, kemudian yang ini minta terus dilantik, partai-partai pendukung minta ini dilantik, maka ini perang baru mulai, bukan selesai, baru mulai perang," tegas dia.

Jimly berpendapat jika kedua belah pihak bisa menerima putusan hakim, maka harapan publik agar ada pencalonan baru Kapolri bisa terpenuhi. "Jadi win-win solution," tandasnya.

2. Jimly Asshiddiqie

Wakil Ketua Tim Sembilan, Jimly Asshiddiqie menyarankan agar Budi Gunawan dan KPK mengambil hikmah dari putusan praperadilan oleh hakim Sarpin Rizaldi. Jimly mengatakan Budi Gunawan tidak boleh merasa di atas angin dengan dicabutnya status tersangka terhadap dirinya.

Lebih baik, Budi sadar diri dan mundur dari pencalonan sebagai Kapolri. Hal itu disebabkan karena KPK bisa memperbaiki prosedur penetapan tersangka dan menjerat Budi kembali.

"Sebaiknya dia (BG) dengan baik-baik dengan jantan menyatakan mengundurkan diri dari proses pencalonan (Kapolri) sehingga DPR tidak bisa mempersoalkan kalau Presiden mengajukan calon baru," kata Jimly di Semarang, Senin (16/2/2015).

Sedangkan KPK, lanjut mantan Ketua MK ini, harus menerima putusan hakim dan bisa memetik pelajaran untuk hati-hati dalam menetapkan tersangka. Jika KPK masih meneruskan upayanya, maka menurut Jimly "perang" akan dimulai.

"Kalau perang mau diteruskan, KPK tersinggung terus berupaya balik ajukan kasasi, kemudian yang ini minta terus dilantik, partai-partai pendukung minta ini dilantik, maka ini perang baru mulai, bukan selesai, baru mulai perang," tegas dia.

Jimly berpendapat jika kedua belah pihak bisa menerima putusan hakim, maka harapan publik agar ada pencalonan baru Kapolri bisa terpenuhi. "Jadi win-win solution," tandasnya.

3. Komaruddin Hidayat

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat menyarankan Presiden Jokowi kembali menoleh ke rakyat, mendengar suara rakyat yang menanti kabar baik realisasi janji-janjinya dalam pemberantasan korupsi. Jokowi memang punya janji hanya akan tunduk kepada rakyat dan konstitusi.

"Dlm negara demokrasi posisi Polri sangat vital. Wajar sekali kalau publik menghendaki jajaran elite Polri bebas korupsi," kicau Komaruddin lewat twitter, Senin (16/2/2015).

3. Komaruddin Hidayat

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat menyarankan Presiden Jokowi kembali menoleh ke rakyat, mendengar suara rakyat yang menanti kabar baik realisasi janji-janjinya dalam pemberantasan korupsi. Jokowi memang punya janji hanya akan tunduk kepada rakyat dan konstitusi.

"Dlm negara demokrasi posisi Polri sangat vital. Wajar sekali kalau publik menghendaki jajaran elite Polri bebas korupsi," kicau Komaruddin lewat twitter, Senin (16/2/2015).

4. Denny Indrayana

Guru Besar Hukum UGM Denny Indrayana menilai apapun putusan praperadilan, soal pencalonan Kapolri tetap kewenangan Presiden.

"Logikanya simpel, jangankan membatalkan pencalonan Kapolri, memberhentikan Kapolri aktif saja presiden berwenang, apalagi hanya sekadar membatalkan calon kapolri, tentu saja Presiden sangat berwenang melakukannya. Jadi, tetap jangan lantik BG untuk Presiden; dan KPK mengajukan PK atas putusan praperadilan ini," kata mantan Wakil Menkum HAM ini, Senin (16/2/2015).

4. Denny Indrayana

Guru Besar Hukum UGM Denny Indrayana menilai apapun putusan praperadilan, soal pencalonan Kapolri tetap kewenangan Presiden.

"Logikanya simpel, jangankan membatalkan pencalonan Kapolri, memberhentikan Kapolri aktif saja presiden berwenang, apalagi hanya sekadar membatalkan calon kapolri, tentu saja Presiden sangat berwenang melakukannya. Jadi, tetap jangan lantik BG untuk Presiden; dan KPK mengajukan PK atas putusan praperadilan ini," kata mantan Wakil Menkum HAM ini, Senin (16/2/2015).

5. Syafii Maarif

Ketua Tim 9 Syafii Maarif menyarankan agar Presiden Jokowi tidak mengorbankan bangsa hanya karena masalah pencalonan Kapolri. Menurut pria yang akrab disapa Buya ini, saat ini masih banyak polisi dan jaksa yang baik yang bisa diberikan amanah.

"Saya rasa polisi dan jaksa yang baik banyak. Orang-orang (yang bermasalah) kan tidak perlu posisi. Kasihlah itu orang-orang baik posisi," ucap mantan Ketum PP Muhammadiyah ini, Selasa (17/2/2015).

Menurut Buya, Tim 9 tetap merekomendasikan agar Presiden tidak memilih orang yang bermasalah. Rekomendasi itu bersifat sukarela dan semua keputusan ada di tangan Presiden.

"Kita tetap pada rekomendasi jangan sampai orang bermasalah yang dipilih, jangan sampai orang itu banyak dikritik orang kok dipilih," ucapnya.

5. Syafii Maarif

Ketua Tim 9 Syafii Maarif menyarankan agar Presiden Jokowi tidak mengorbankan bangsa hanya karena masalah pencalonan Kapolri. Menurut pria yang akrab disapa Buya ini, saat ini masih banyak polisi dan jaksa yang baik yang bisa diberikan amanah.

"Saya rasa polisi dan jaksa yang baik banyak. Orang-orang (yang bermasalah) kan tidak perlu posisi. Kasihlah itu orang-orang baik posisi," ucap mantan Ketum PP Muhammadiyah ini, Selasa (17/2/2015).

Menurut Buya, Tim 9 tetap merekomendasikan agar Presiden tidak memilih orang yang bermasalah. Rekomendasi itu bersifat sukarela dan semua keputusan ada di tangan Presiden.

"Kita tetap pada rekomendasi jangan sampai orang bermasalah yang dipilih, jangan sampai orang itu banyak dikritik orang kok dipilih," ucapnya.
Halaman 2 dari 12
(nik/nrl)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads