Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh 310 anggota di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/1/2015). Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon.
Setelah Ketua Komisi II Rambe Kamarul Zaman membacakan poin-poin perubahan UU Pilkada dan UU Pemda, beberapa fraksi memang menyampaikan catatannya terkait revisi ini. Namun hal itu tidak mengubah isi revisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?" tanya Fadli.
"Setuju....," jawab para anggota dewan. Fadli pun mengetok palu tanda pengesahan.
Perubahan yang disepakati dalam UU Pilkada, yakni penyelenggara Pilkada adalah KPU, tak ada lagi perdebatan soal rezim pemilu atau rezim Pemda yang berimplikasi pada penyelenggara pemilu. Penyelenggaraan Pilkada tak lagi menjadi 17 bulan melainkan menjadi tujuh bulan.
Semua juga sepakat untuk menghapus uji publik. Uji integritas dan kapasitas dilakukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang bersangkutan, lewat tahap sosialisasi.
Untuk calon independen, ada tahap sosialisasi yang dilakukan calon yang bersangkutan. Syarat calon kepala daerah berpendidikan minimal SMA sederajat.
Usia minimal untuk calon gubernur adalah 30 tahun, dan calon walikota/ bupati adalah 25 tahun. Syarat calon kepala daerah juga tidak menjadi terpidana selama lima tahun.
Syarat dukungan untuk calon independen dinaikkan sebesar 3,5 persen dari jumlah penduduk, alias dari yang semula minimal 3 persen dari jumlah penduduk menjadi 6,5 persen hingga 10 persen tergantung jumlah penduduk.
Pilkada juga disepakati akan dilaksanakan sepaket antara calon kepala daerah dengan wakilnya. Pilkada juga disepakati satu putaran dengan ambang batas kemenangan nol persen. Sengketa Pilkada akan ditangani oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Tahapan Pilkada serentak dimulai pada Desember 2015, Februari 2017, Juni 2018, dan Pilkada serentak nasional 2027. Pembiayaan disokong oleh APBD dan dibantu APBN. Pejabat kepala daerah akan diisi sesuai dengan UU Aparatur Sipil Negara.
(imk/trq)