Hubungan panas antar tetangga ini bukan pertama kali. Dalam catatan detikocm. Selasa (17/2/2015), jauh sebelumnya, publik Indonesia sempat marah besar saat mengetahui intelijen Australia menyadap Presiden SBY. Dalam laporan FairFax Media pada Oktober 2013, Kedutaan Besar Australia di Asia, termasuk Indonesia menyadap telepon dan data. Akibat laporan ini, Indonesia menarik Dubes RI di Canberra dan menuntut Australia meminta maaf. Selain itu, Indonesia juga membatalkan sejumlah perjanjian kerjasama dalam bidang militer.
Di kasus narkoba, publik Australia sempat merayakan pembebasan bersyarat Schepelle Ligh Corby. Grasi dari Presiden SBY yang memotong hukuman Corby dari 20 tahun penjara menjadi 15 tahun penjara disambut suka cita Australia. Berbeda dengan Australia, publik Indonesia mengkritik grasi Corby tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini, hubungan Indonesia-Australia kembali memanas. Rencana eksekusi mati terhadap Andre-Myuran dalam pekan ini membuat Menlu Australia Julie Bishop mengeluarkan ancaman warganya bisa memboikot wisata Indonesia. Serangan mulai dilakukan di dunia maya dengan membuat #boycottbali di twitter.
Namun benarkah aksi boikot ini didukung sepenuhnya warga Australia? Editor traveller.com.au Anthony Dennis mempunyai pandangan yang berbeda. Menurutnya, tidak relevan antara menolak hukuman mati dengan memboikot wisata Bali.
"Sebelum kita memboikot Bali kita harus membersihkan tindakan norak kita sendiri. Pemerintah Indonesia mungkin layak menerima kemarahan publik Australia, tapi tidak untuk penduduk Bali," kata Anthony.
(asp/try)