Andrew dan Myuran adalah terpidana mati yang akan dieksekusi mati dalam gelombang kedua. Pada gelombang pertama, yang dilakukan 18 Januari lalu, ada warga negara Brazil dan Belanda menjadi terpidana mati karena kasus narkoba. Pemerintah Brazil paling keras melancarkan protes tapi eksekusi tetap jalan.
"Australia meminta dibatalkan itu tidak mungkin, karena pertama sebelumnya juga sudah dilakukan eksekusi mati warga negara Belanda dan Brazil. Indonesia tidak akan diskriminatif," kata Guru Besar Hukum Internasional UI, Prof Hikmahanto Juwana kepada detikcom, Selasa (17/2/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masalahnya bagaimana Presiden harus menunda kalau Australia itu melakukan berbagai manuver yang membuat Indonesia marah. Kenapa saya katakan marah? Karena Australia menekan Indonesia misalnya mengkhawatirkan wisatawan Australia sedikit datang ke Indonesia, lalu ke Sekjen PBB (Ban Ki-moon). Ini kan intervensi kedaulatan Indonesia," ujar Hikmahanto.
"Tentu Indonesia bereaksi dengan menyerukan segera eksekusi mati itu. Ini yang saya katakan kontraproduktif, yang dilakukan Australia dengan cara menekan, seolah-olah pejabat kita itu tidak cerdas dalam melihat tekanan-tekanan yang dilakukan oleh Australia," tambahnya.
Hikmahanto pun mempertanyakan 2 bandar narkoba itu apakah setara dengan hubungan baik antara Indonesia dengan Australia yang sudah terjalin selama ini? Ia menyatakan kejahatan narkoba masuk dalam kategori kejahatan serius di Indonesia.
"Apakah Australia akan mengorbankan hubungan baik selama ini, yang sangat cerah ke depan, hanya untuk dua warga negara yang telah melakukan kejahatan serius di Indonesia, apalagi kejahatan itu dianggap serius karena berdampak pada masyarakat yang sekarang dan generasi muda yang akan datang, yaitu narkoba," ucap Hikmahanto.
(vid/asp)