Putusan Praperadilan Sesat, BG Harus Tetap Tidak Dilantik

Laporan dari Utrecht

Putusan Praperadilan Sesat, BG Harus Tetap Tidak Dilantik

- detikNews
Selasa, 17 Feb 2015 01:45 WIB
Jakarta - Putusan Hakim PN Jaksel yang menganulir status tersangka Budi Gunawan adalah putusan tidak masuk akal, serta menunjukkan akrobat hukum yang tidak lucu.

Demikan disampaikan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Utrecht dan Forum Akademisi-Mahasiswa Hukum dan Ilmu Politik (FORSHIP) di Belanda kepada detikcom melalui pernyataan bersama, Senin (16 Februari 2015).

"Sedari awal, kami sependapat dengan Forum Dekan Fakultas Hukum se-Indonesia, bahwa sebagaimana sudah jelas diatur dalam KUHAP, praperadilan tidak bisa digunakan untuk menganulir status tersangka," bunyi pernyataan yang dikirim Ketua PPI Utrecht Yudistira Pratama Wachyar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih dari itu, PPI Utrecht dan FORSHIP Belanda menganggap bahwa alasan hakim Sarpin yang menyatakan bahwa BG bukan penyelenggara negara adalah alasan yang mengada-ada.

PPI Utrecht dan FORSHIP Belanda khawatir, putusan ini akan berbahaya bagi penegakan hukum ke depan karena akan membuka peluang lebar bagi para pelaku kejahatan, khususnya koruptor untuk menganulir status tersangkanya.

Berkaca dari kejadian di atas, mengingat bahwa salah satu janji utama Jokowi dalam kampanye adalah “membuat pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya” serta mengingat bahwa Jokowi adalah orang yang memiliki kewenangan terbesar dalam menentukan figur Kapolri, maka:

Presiden Jokowi agar mengambil tindakan tegas untuk tetap membatalkan pencalonan BG sebagai Kapolri, sekalipun status tersangka dianulir oleh putusan Preperadilan yang ganjil.

Sikap Jokowi tersebut harus segera ditunjukkan. Tidak boleh lagi diulur ulur. Apabila tidak, maka Jokowi terkena fallacy (kesalahan berpikir umum). Mengutip ahli kebijakan publik, Nigro dan Nigro: salah satu kesalahan umum yang kerap dilakukan oleh para pengambil kebijakan adalah menunda untuk mengambil kebijakan. Padahal, menunda tidak menyelesaikan masalah, malah justru dapat menambah masalah. Akibatnya stabilitas polekhukkam terganggu.

Jika Jokowi memilih untuk berseberangan dengan suara rakyat, maka berarti Jokowi mengabaikan moral publik. Jika itu terjadi, maka pada saat itu pulalah Jokowi kehilangan kekuatan politik terbesarnya. Hal ini pasti tidak diinginkan, maka hendaknya Jokowi mencermati baik-baik seruan ini, agar tidak terus menerus melakukan blunder.

Terakhir, PPI Utrecht dan FORSHIP Belanda mendukung agar Komisi Yudisial melakukan investigasi kepada Hakim Sarpin atas kekacauan hukum yang ditimbulkan oleh putusannya dan mengajak segenap masyarakat Indonesia untuk memastikan agar figur Kapolri yang terpilih adalah figur yang bersih.

Dalam pernyataan ini, PPI Utrecht diwakili Ketua Yudistira Pratama Wachyar, sementara dari FORSHIP Belanda: Novrizal Bahar (PhD Law di Universitas Utrecht), Andi Ahmad Yani (PhD Political Science di Universitas Leiden), Donny Wardhono (PhD Law di Universitas Groningen).

Kemudian Bramantyo Suryodhahono (Master Hukum di Universitas Utrecht), Andi Muhammad Jafar (Master Hukum di Universitas Nijmegen), Richo Andi Wibowo (PhD Law di Universitas Utrecht), dan Kuswanto (PhD International Political Economy di University of Groningen).




(es/es)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads