Kalau mau jujur, hari-hari ini negara sedang ‘genting’. Banyak campur tangan partai politik membuat Jokowi pusing tujuh keliling. Mereka memaksakan kehendak untuk memasukkan figur tertentu menempati posisi tertentu. Tak lagi peduli figur itu kotor atau bersih.
Pemaksaan itu berasal dari dua kepentingan. Balas budi karena pernah dibantu di awal ‘perjuangan’ mendapatkan kemenangan. Dan kedua sebagai tameng akibat banyaknya tokoh yang tersandera kesalahan di masa silam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sisi lain, rakyat yang kritis tahu apa yang terjadi. Di berbagai komunitas dukungan terhadap Jokowi agar jangan ikut tersandera terus bergelora. Mereka memberi dorongan terhadap Jokowi agar selalu istiqomah, berpihak pada rakyat yang memberinya amanah.
Situasi itu menjadi simalakama karena pembantu-pembantunya sudah tertata. Itu sudah sampai pada level bawah menimbulkan kontraksi. Ini tidak menutup kemungkinan bakal digonta-ganti lagi. Terjadi reshuffle. Dan terjadi gonjang-ganjing lagi.
Di tengah situasi memanas ini ditambah lagi dengan ‘panas’ yang baru. BG yang ditersangkakan KPK dianulir pengadilan. Ini menyulut emosi rakyat. Membuka ruang terbentangnya ladang Kurusetra, di mana akan berhadapan langsung antara kebaikan dan ‘keburukan’ menemukan takdirnya, kalah dan menang.
Sebagai orang nomor satu, Presiden Jokowi mendapat tekanan fisik dan psikis yang maha dahsyat. Tekanan langsung dan tidak langsung. Tekanan yang sekadar mempengaruhi kebijakannya, juga tekanan yang berusaha ‘menyudahi’ perang kepentingan ini.
Di tengah itu, kodok-kodok di istana bergelimpangan. Kodok ini piaraan anak Jokowi. Dalam terawang metafisis, kodok itu sasaran antara. Pihak lemah yang menjadi korban, saat sasaran utama tidak mampu ditembus oleh kekuatan supranatural.
Maka kepindahan Jokowi di Istana Bogor diasumsikan sebagai bagian dari kejadian ini. Spiritualis Jokowi memberi saran itu. Memberi ikhtiar lain agar keruwetan yang terjadi cepat terurai. Dan presiden bisa lebih tercerahkan dalam mengambil berbagai kebijakan.
Benarkah kepindahan Jokowi ke Istana Bogor karena kodok? Biasanya soal begini tidak bakal mendapat konfirmasi. Termasuk kemungkinan Istana Merdeka bakal dikepras lima meter berkeliling, untuk memberi ‘kelegaan’ ruang antara jalanan dan istana.
"Kediaman Presiden resmi selain Istana Merdeka Jakarta, kan ada di Bogor, Yogya, Bali. Jadi bisa saja Presiden Rapat Kabinet atau terima tamu kenegaraan, dan lain-lain atau bermalam beberapa hari kan sah-sah saja di Istana Negara tersebut," kata Mendagri Tjahjo Kumolo kepada detikcom.
*) Djoko Suud, budayawan dan pemerhati sosial
(nwk/nwk)