Pengamat hubungan internasional, Teuku Rezasyah mengatakan pemerintah harus bisa membangun komunikasi dengan Australia mengenai eksekusi mati dua warga negaranya. Komunikasi harus dilakukan agar Australia memahami eksekusi yang dilakukan memang sudah sesuai aturan hukum di Indonesia.
"Di level bilateral, pemerintah harus bisa bikin pesan yang harus dimengerti Australia. Menjelaskan bahwa hukuman mati mutlak dilakukan karena pengadilan sudah memutus secara transparan, hak terpidana sudah diberikan dengan melakukan upaya hukum," kata Rezasyah saat dihubungi Jumat (13/2/2015) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita harus yakinkan hubungan bilateral sudah matang, kalau ada warga negara yang berlaku sama kita juga ngga bisa mengelak. Kita yakinkan pemerintah Australia, eksekusi sesuai aturan hukum ini tidak berdampak di sektor ekonomi, keamanan, pertahanan dan lainnya," sambung Rezasyah.
Pemerintah Australia lanjut dia tak bisa ngotot meminta 2 warganya dibebaskan dengan alasan hak asasi manusia. "Keduanya dihukum mati karena kejahatan yang tidak bisa dimaafkan. Jadi jangan hanya dilihat dari 2 orang ini saja, tapi juga HAM ratusan juta masyarakat Indonesia yang bisa terkena bahaya dampak dari narkotika," sambungnya. "Kejahatan narkotika tidak bisa dimaafkan," tegas Rezasyah.
Myuran dan Andrew merupakan anggota 'Bali Nine'. Kelompok asal Australia ini merupakan sindikat narkoba yang anggota berjumlah 9 orang. Mereka ditangkap dengan barang bukti berupa 8,2 kg heroin. Rencana eksekusi dua terpidana mati ini ramai diperbincangkan di Australia.
(fdn/dha)