Pada Senin (9/2/2015) lalu rapat paripurna DPR memutuskan revisi UU tentang KPK dan UU tentang Tipikor masuk dalam Program Legislasi Nasional 2015-2019. UU Tipikor ada di nomor 37, sedangkan UU KPK di nomor 63. Namun kedua revisi UU itu tak menjadi prioritas tahun 2015 ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun usulan itu mentok di tingkat komisi. Sampai akhirnya pada 3 Juli 2012, terungkap tujuh fraksi di DPR menyetujui revisi UU KPK dan UU Tipikor.
Berdasarkan risalah rapat pleno Komisi III sebelum draf revisi UU KPK diajukan ke Baleg, tujuh fraksi tersebut adalah Fraksi Partai Demokrat, Golkar, PAN, PKB, PPP, Gerindra, dan Hanura. Sementara PDI Perjuangan menolak revisi, dan PKS mmeilih tak bersikap.
Rapat Pleno yang dilaksanakan 3 Juli 2012 itu dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Golkar Aziz Syamsuddin. Rapat yang berlangsung selama 45 menit itu juga dihadiri oleh 26 anggota Komisi III.
FPD diwakili oleh Himatul Alyah, PAN oleh Taslim, PPP oleh Ahmad Yani, PKB oleh Otong Abdurrahman, dan Hanura oleh Syarifuddin Sudding menyatakan setuju dilakukannya revisi UU KPK. Namun tidak ada yang mengusulkan pembahasan wewenang penuntutan dan pembentukan badan pengawas KPK.
Adapun Fraksi Golkar yang diwakili oleh Deding Ishak cukup detail dan menyebut perlunya pembahasan wewenang penuntutan dan pembentukan dewan pengawas untuk KPK. Sementara Gerindra yang diwakili oleh Desmond Junaidi Mahesa juga memandang perlunya peninjauan kembali fungsi penuntutan KPK.
PKS yang diwakili oleh Aboe Bakar Al Habsy menyatakan usulan revisi UU KPK perlu pendalaman lebih lanjut terkait materi. PKS tak memberikan sikap mendukung ataupun menolak revisi tersebut.
Sedangkan PDIP yang diwakili M Nurdin dengan tegas menolak revisi UU KPK. PDIP menilai fungsi KPK dengan UU yang ada saat ini bisa tetap berjalan dengan baik, sehingga tak memerlukan revisi.
Oleh karena suara mayoritas mendukung kelanjutan revisi UU KPK, rapat itu akhirnya menyetujui untuk melanjutkan revisi UU KPK ke Badan Legislasi DPR.
"Rapat pleno Komisi III DPR RI menyetujui untuk melanjutkan naskah RUU tentang perubahan Undang-undang No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada proses berikutnya, yaitu pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi oleh Badan Legislasi DPR RI," demikian bunyi kesimpulan rapat yang dikutip detikcom pada Kamis, 4 Oktober 2012.
Namun sampai berakhirnya masa jabatan anggota DPR periode 2009-2014, revisi atas UU KPK dan UU tentang Tipikor itu tak terdengar lagi kabarnya. Hingga pada Senin lalu wacana merevisi dua UU tersebut kembali disuarakan.
Rencana DPR merevisi dua UU tersebut mendapat penolakan dari dua komisioner KPK. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menilai hal itu adalah salah satu upaya yang sistematis untuk memperlemah KPK.
"Ya, sangat sistematislah (memperlemah KPK)," kata Bambang kepada wartawan di Pusat Perfilman Haji Umar Ismail (PPHUI), Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (11/2/2015). Ia baru saja menjadi pembicara di acara talkshow Anti Corruption Film Festival (ACFFest) 2015.
Namun ia tidak mau menjelaskan lebih lanjut tentang revisi dua UU tersebut. "Nantilah di KPK kita beri keterangan ya," imbuhnya sambil melangkah masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan lokasi.
Wakil Ketua KPK lainnya Zulkarnain telah menyatakan tidak setuju dengan rencana DPR dan pemerintah yang akan merevisi UU KPK. Menurutnya UU KPK selama ini sudah bagus.
"Saya melihat UU KPK masih bagus untuk dilaksanakan. Dalam pandangan saya belum termasuk prioritas Prolegnas. Dengan pekerjaan yang kami lakukan, sesuai dengan UU, roadmap dan rencana kerja kita, sudah lebih bagus kita," jelas Zulkarnain di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/2/2015) kemarin.
(erd/nrl)