JK: Media adalah Mata, Telinga dan Mulut Suatu Bangsa

JK: Media adalah Mata, Telinga dan Mulut Suatu Bangsa

- detikNews
Senin, 09 Feb 2015 16:59 WIB
Batam - Wakil Presiden Jusuf Kalla hadir dalam peringatan Hari Pers Nasional 2015. Dalam pidatonya, JK mengatakan pers memiliki peran penting sebagai penyambung lidah bangsa.

"Selamat hari pers, ini hari yang penting kita evaluasi dan melihat apa yang sudah kita lakukan dan yang akan kita lakukan. Pers penting, karena pers merupakan mata, telinga, sekaligus mulut suatu bangsa," ujar JK dalam pidato sambutannya di depan Undangan Hari Pers Nasional di Balroom Hotel Harmoni One, Batam, Kepulauan Riau, Senin (9/2/2015).

JK kembali meminta semua pihak untuk kembali mengingat peran pers dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Walaupun politik Indonesia terkadang mengubah situasi bangsa, JK berharap agar hal tersebut tidak merubah independensi pers sebagai mata dan telinga bangsa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada saat awal pers nasional, bagaimana memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Politik merubah situasi, kadangkala pers tergantung pada pemerintah maupun sebaiknya. Hal ini menjadi pertimbangan kita semua," jelasnya.

Tak hanya arus politik, menurut JK, teknologi juga berpengaruh terhadap efisiensi pemberitaan yang sampai kepada masyarakat.β€Ž "Teknologi mempengaruhi kita semua. Kalau dulu berita yang sudah terjadi, saat ini kita membaca dan melihat berita yang sedang terjadi. Begitu pesatnya perkembangan teknologi," kata dia.

Menurut JK, media haruslah objektif dan tentunya menguntungkan.β€Ž "Apa yang dicanangkan, pers sehat, bangsa hebat, juga bisa sebaliknya. Pers sehat bermakna bahwa pers akan memberikan mata dan telinga yang objektif, dapat mempersatu bahkan memperenggang bangsa. Namun harapan kita adalah pers yang mempersatu bangsa," sambungnya.

Tak lupa JK memberi pesan bahwa saat ini berita baik harus diberitakan menjadi berita baik, begitupun sebaliknya.

"Bad news is good news harus berubah menjadi good news is a good news. Pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa tanpa pers yang memahami situasi. Tapi juga kalau tidak ada masalah, nanti tidak ada berita juga persnya. Jadi tak apalah, itu menjadi riak-riak di Indonesia," selorohnya.

"Kita tidak mau kembali ke pers era 80-90 an yang dimana pers dikontrol oleh bangsa. Sehingga saat ini kita harapkan kepada pers, berita baik, katakan baik, berita buruk, katakan buruk. β€ŽMedia adalah suatu ruang perjuangan dan profesi, profesi," tutupnya disambut tepuk tangan para undangan.

(rni/mok)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads