โDalam amar putusan perkara nomor 1897K/Pdt/2013, MA membatalkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar Nomor 162/PDT/2012/PT DPS.
"Dalam menghadapi sengketa kasus hukum pers, maka hukum pers harus didahulukan. Somasi bukan hak jawab. Jika masih bisa dilakukan hak jawab, tidak seharusnya langsung menempuh jalur hukum," kata kuasa hukum Bali Post, Suryatin Lijaya di restoran Casa Bunga, Renon Denpasar, Bali, โSenin (9/2/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini bukan kemenangan Bali Post, tetapi ini kemenangan pers bahwa insan pers menjalankan tugasnya sesuai dengan kode etik jurnalistik," ungkapnya.
Sementara itu, disinggung apakah akan ada kelanjutan atau gugatan balik terhadap Gubernur Bali, kuasa hukum Bali Post lainnya, Nyoman Sudiantara menegaskan tidak akan ada kelanjutan kasus. Namun demikian, berbeda hal apabila akan ada upaya hukum dari pihak penggugat.
"Setelah menang, kasus ini sudah usai. Sebagai advokat jika ada banding dari pihak penggugat, kami akan menyiapkan segala sesuatunya," tegasnya.
Kasus ini bermula pada 17 September 2011, saat terjadi bentrok fisik antara warga Desa Pekraman Kemoning dan Desa Budaga, Klungkung. Dan pada 19 September 2011, Bali Post melakukan pemberitaan dengan judul 'Pasca Bentrokan Kemuning-Budaga, Gubernur: Bubarkan Saja Desa Pakraman'.
Dalam berita itu, harian terkemuka di Bali itu menulis pernyataan Gubernur Pastika yang memerintahkan pembubaran Desa Adat di Bali. Gubernur Pastika merasa tidak pernah mengeluarkan pernyataan tersebut, atas dasar itulah kemudian media Bali Post digugat.
(asp/asp)