"Sikap Presiden yang lamban menjadi bulan-bulanan publik. Hal ini menimbulkan keraguan kami kepada komitmen Presiden Jokowi terhadap upaya pemberantasan korupsi dan reformasi kepolisian," kata Koordinator Koalisi, Usman Hamid di kantor KontraS, Jl Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat (5/2/2015).
"Sekarang ini institusi Polri sudah di ujung tanduk. Polri sudah diobok-obok dan harus diselamatkan," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Presiden juga diminta untuk mendukung agenda reformasi kepolisian. Di mana seharusnya Presiden memilih Kapolri maupun pejabat strategis di institusi kepolisian yang memiliki integritas dan rekam jejak yang baik khususnya terhadap agenda pemberantasan korupsi dan penegakan HAM di Indonesia.
"KPK dan PPATK harus dilibatkan dalam melihat rekam jejak calon Kapolri atau pejabat strategis di lingkungan kepolisian," kata pria yang juga menjabat sebagai direktur Change.org ini.
Koalisi juga menyoroti tidak adanya tindakan tegas dari Mabes Polri terhadap Kabareskrim Komjen Budi Waseso sebagai orang yang bertanggungjawab atas penangkapan dan upaya kriminalisasi terhadap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Sebab aksi penangkapan tersebut dinilai melanggar prosedur dalam KUHAP dan tanpa berkoordinasi dengan Komjen Badrodin Haiti selaku Plt Kapolri.
"Bahkan hasil temuan Komnas HAM, terdapat dugaan pelanggaran HAM dalam upaya penangkapan BW. Seharusnya Mabes Polri menindak tegas Komjen Budi Waseso," ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak Propam Mabes Polri untuk memanggil Komjen Budi Waseso dan para penyidik yang terlibat dalam penangkapan Bambang Widjojanto. Mereka adalah Kombes Daniel Tifaona, AKBP Dani Arianto, AKBP Suzana Dias, AKBP Abdul Karim, Kompol Sukamto, Kompol Budi Hermanto, Kompol Reynold EP Hutagalung, AKP Tyas Puji Rahadi, AKP Nursaid, AKP Imam Suhodo dan AKP Hendro Sutrisno.
(kff/gah)