"Putusan di pengadilan Mesir untuk menghukum mati 183 terdakwa menyusul persidangan massal merupakan pelanggaran kewajiban HAM internasional Mesir," demikian statemen bagian luar negeri Uni Eropa seperti dilansir kantor berita AFP, Selasa (3/2/2015).
Dalam pernyataan tersebut, Uni Eropa menegaskan bahwa pihaknya menentang hukuman mati. Uni Eropa beralasan bahwa hukuman mati adalah keji dan tidak manusiawi serta gagal sebagai pencegah kejahatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para terdakwa tersebut divonis mati atas pembunuhan 16 polisi di kota Kardasa, dekat ibukota Kairo pada 14 Agustus 2013 lalu. Tepatnya saat pergolakan yang diikuti dengan penggulingan Presiden Mohamed Morsi. Dari 183 pria tersebut, sebanyak 34 orang di antaranya diadili secara in absentia.
Otoritas Mesir hingga saat ini terus melakukan operasi pemberantasan kelompok Ikhwanul Muslimin sejak tergulingnya Morsi. Presiden baru Mesir, Abdel Fattah al-Sisi, panglima militer yang menggulingkan Morsi, menganggap Ikhwanul sebagai ancaman keamanan besar bagi negara itu.
Ikhwanul Muslimin telah dinyatakan sebagai gerakan terlarang oleh pemerintah Mesir. Otoritas Mesir kerap menuding Ikhwanul melancarkan serangan-serangan mematikan sejak militer menggulingkan Morsi pada tahun 2013. Tudingan ini telah dibantah gerakan tersebut.
Ketegangan di Mesir meningkat setelah bentrokan maut antara para demonstran dan aparat keamanan di Kairo, juga di kota Alexandria, Mesir utara pada 25 Januari lalu. Saat itu, bangsa Mesir memperingati empat tahun pergolakan 2011 yang menggulingkan rezim Hosni Mubarak. Kepolisian menahan 516 orang pendukung Ikhwanul di hari tersebut.
(ita/ita)