"Upaya praperadilan tak bisa batalkan status tersangka Budi Gunawan," terang peneliti PSHK Miko Ginting, Jumat (30/1/2015).
Menurut Miko karena itu, upaya pembatalan penetapan tersangka yang dilakukan oleh tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan melalui mekanisme praperadilan tidak tepat. pasal 77 KUHAP mengatur bahwa praperadilan hanya berwenang memeriksa: (i) sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan, (ii) sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, dan (iii) ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia juga, pernyataan Menko Polhukam, Tedjo Edi Purdjiatno, bahwa kepastian pelantikan tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai Kapolri menunggu proses Praperadilan tidak jelas dan tidak tepat karena antara keduanya tidak saling berkaitan.
"Dengan mempertimbangkan norma kepatutan dan asas umum pemerintah yang baik, Presiden Joko Widodo seharusnya tidak menunda lagi pembatalan pengangkatan tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai Kapolri. Presiden seharusnya segera mengajukan nama baru calon Kapolri kepada DPR," saran Miko.
Miko melanjutkan, berdasarkan Pasal 40 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, KPK tidak berwenang menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan maupun penuntutan. Oleh karena itu, tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan cepat atau lambat akan menyandang status terdakwa ketika perkaranya dilimpahkan ke pengadilan.
"Praperadilan tidak dapat menggugurkan status tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan. KPK juga tidak dapat menerbitkan surat penghentian penyidikan dan penuntutan sehingga tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan dapat dipastikan akan menjadi terdakwa. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi Presiden Joko Widodo untuk tidak segera membatalkan pengangkatan seseorang yang berstatus tersangka dan nantinya menjadi terdakwa sebagai Kapolri," tutup dia.
(fjp/ndr)