"Satgassus jangan terlalu banyak dipublikasikan kerjanya. Saya khawatir publik nanti tidak punya nuansa kritis, dan ini lah yang terjadi di KPK. KPK dengan bantuan media massa, publik jadi tidak kritis dan semua yang dilakukan KPK dapat dibenarkan," kata anggota F-PKS Nassir Djamil di Ruang Rapat Komisi III, Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat,
Nassir mendengar ada beberapa pengamat yang pesimistis Satgas Antikorupsi ini tidak bisa saingan dengan KPK. Namun, ia tidak sepakat karena seharusnya Kejagung dan KPK bersinergi. Nassir kemudian meminta mekanisme pengelolaan Satgas ini dijelaskan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota Fraksi Golkar John K Aziz juga membandingkan kinerja Kejagung dan KPK dalam pemberantasan korupsi selama ini. John mengutip perkataan Jaksa Agung Prasetyo saat seminar beberapa waktu lalu yang menyebut Kejagung tak punya wewenang yang sama.
"Kejagung kalah pamor dengan KPK. Kenapa kejaksaan tidak sehebat KPK dalam memberantas korupsi. Di seminar kemarin dikatakan karena tidak diberikan kewenangan yang sama. Salah satunya tentang penyadapan," ujar John.
Sementara itu anggota Fraksi Partai Demokrat Didi Mukrianto berpendapat memang ada perbedaan perlakuan dalam pembentukan KPK. Bagi Didi, ini menimbulkan tanda tanya apakah KPK akan jadi lembaga permanen.
"Ada perbedaan, terkesan awal KPK berdiri sangat profesional, responsif dan cepat. Ini kemudian beri opini, apa KPK jadi lembaga permanen atau ad hoc?" ucap Didi.
Selain tentang Satgas Antikorupsi, Prasetyo juga menjelaskan evaluasi eksekusi mati yang telah dilaksanakan pada pertengahan Januari 2015 lalu. Ini merupakan raker perdana Jaksa Agung dengan Komisi III DPR.
(imk/trq)