Meski sudah mengantongi persetujuan DPR, langkah Komjen Budi untuk menjadi Kapolri tertunda setelah Presiden Joko Widodo menunda pelantikan sang jenderal bintang tiga. Penundaan dilakukan karena Budi Gunawan merupakan tersangka kasus rekening gendut di KPK.
"Dan juga perlu saya sampaikan, sejak proses dari seleksi Kompolnas kemudian diajukan surat ke DPR, kemudian persetujuan dari DPR, berhubung Komisaris Jenderal Budi Gunawan sedang menjalani proses hukum, maka kami pandang perlu untuk menunda pengangkatan sebagai Kepala Kepolisian RI. Jadi menunda bukan membatalkan, itu yang harus digarisbawahi," ujar Jokowi terkait penundaan pelantikan Komjen Budi pada Jumat (16/1/2015) silam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apapun vonis di tingkat pengadilan pertama, masih bisa 'dilawan' di tingkat banding sampai kasasi hingga akhirnya berkekuatan hukum tetap. Proses ini memakan waktu berbulan-bulan dan kebanyakan lebih dari satu tahun.
Komjen Budi sendiri menyangkal semua sangkaan KPK. Namun tanpa bermaskud 'menghakimi' sebelum proses persidangan, menarik untuk disimak mengenai rekor mentereng yang dimiliki KPK.
Budi kini tengah berhadapan dengan jaksa KPK yang memiliki 100 persen conviction rate, atau rekor pemidanaan yang tetap terjaga. Terlepas dari berapa besaran vonis, sejak KPK berdiri pada 2002, belum ada satu terdakwa pun yang dibebaskan. Memang pernah ada yang mendapatkan vonis bebas di tingkat pertama, yakni mantan Walikota Bekasi Mochtar Mohammad, namun terjerat juga di tingkat kasasi.
Apalagi menurut Ketua KPK Abraham Samad, kasus BG itu masuk kategori perkara yang mudah untuk ditangani. Tidak seperti kasus perbankan yang rumit.
"Kasus BG bukanlah kasus rumit, bukan kasus yang sulit diselesaikan seperti kasus Bank Century atau kejahatan pajak atau BLBI. Istilah Dirdik (Direktur Penyidikan-red), kasus suap atau gratifikasi itu sama level dengan kasus yang biasa kita dengan tipiring, tindak pidana ringan," ucap Samad Kamis (15/1/2015) kemarin.
Samad menyebut kasus ini menjadi besar sebab melibatkan orang yang mempunyai kekuasaan tinggi pula. Apalagi Komjen Budi saat ini tengah dicalonkan sebagai Kapolri pengganti Jenderal Sutarman. "Kenapa dia jadi besar, karena tersangkanya juga besar, terus besar kekuasaannya. Itu yang membuat kasus ini seolah-olah menjadi kasus yang kadang-kadang kita dengar white collar crime. Ini kejahatan ringan, yang biasa-biasa saja, tradisional," urai Samad.
Mantan Wamenkum HAM Denny Indrayana menjadi satu dari banyak pihak yang meminta Jokowi untuk membatalkan, tidak hanya menunda, pelantikan Komjen Budi. Sehingga Polri bisa segera memiliki pimpinan definitif.
"Perlu diapresiasi karena beliau mendengar bahwa jangan dilantik (Budi Gunawan sebagai Kapolri) itu perlu diapresiai. Tapi menunda saja tidak tepat, harusnya ditarik, dibatalkan," ucap Denny Indrayana, Minggu (18/1/2015).
(fjp/nrl)