Di hari ke-100 kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapat 'kado' dalam bungkus yang kurang menarik. Kado itu adalah sebuah tanda tanya besar, apakah Jokowi mampu melepaskan predikat petugas partai dan menjalankan janji tunduk kepada rakyat dan konstitusi?
Jokowi memang belakangan dihadapkan pada kasus-kasus besar. Paling mencolok dan menyita perhatian seantero Indonesia adalah kisruh antara institusi KPK dan Polri. Kasus cicak vs buaya jilid III ini dinilai oleh banyak pihak berawal dari kegamangan Jokowi dalam mengambil keputusan, ketidaktegasan sang presiden membuat sengkarut konflik KPK-Polri semakin dalam.
"Dalam kasus KPK versus Kepolisian yang terjadi sekarang, Jokowi susah mengambil putusan. Sangat kentara keragu-raguannya. Hal ini yg mengakibatkan persoalan yang tadinya mudah menjadi rumit dan meluas," ucap alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini, saat berbincang dengan detikcom, Rabu (28/1/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jokowi pun dituntut untuk melepaskan diri dari cengkeraman Mega-Paloh. Termasuk untuk kemudian membatalkan pelantikan Komjen Budi karena banyak ditentang berbagai kalangan.
Jokowi sendiri telah membentuk tim independen untuk menyelesaikan kisruh KPK-Polri. Tim independen yang berjumlah sembilan orang masih menunggu surat Keppres Presiden Jokowi. Jika sudah resmi bertugas, para tokoh senior itu akan berkantor di Sekretariat Negara.
Menutup pesannya, Martin berharap Jokowi bisa keluar dari keragu-raguan, dan menunjukkan ketegasannya sebagai Presiden. Sebab Jokowilah harapan kemajuan bangsa ke depan, khususnya dalam pemberantasan kasus korupsi.
"Saya kira Jokowi perlu belajar lagi jadi Presiden dan jangan menganggap enteng jabatan Presidenan tersebut. Dibahunya sekarang terletak masa depan bangsa dengan 250 juta penduduknya," imbuh Martin.
Mampukah Jokowi menjawab tanda tanya besar itu dan mengambil keputusan tegas sebagai presiden pilihan rakyat dan mengambil langkah yang lebih konkret untuk menyelamatkan KPK?
(bar/van)