Menguak Misteri Penyebab Jatuhnya AirAsia QZ8501

Mengenang 1 Bulan AirAsia QZ8501

Menguak Misteri Penyebab Jatuhnya AirAsia QZ8501

- detikNews
Rabu, 28 Jan 2015 08:05 WIB
Jakarta - Bodi AirAsia QZ8501 diputuskan untuk tidak diangkat di kedalaman Laut Jawa. Jawaban masih sedang ditelusuri Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dari 2 kotak hitam yang diangkat pada 12 dan 13 Januari lalu. Namun serpihan puzzle sedikit terkumpul.

Saat hilang, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan cuaca sedang hujan deras bahkan ada awan Cumulonimbus (CB) di lokasi tepat saat AirAsia hilang kontak. Awan CB ini menghasilkan angin, hujan, es yang bisa membuat badan pesawat mengalami turbulensi atau guncangan hebat.

Sedangkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan pesawat AirAsia menukik cepat dalam waktu 1 menit, kemudian turun dan hilang. Dari dokumen bahan rapat kerja Kemenhub dengan Komisi V DPR pada Selasa (20/1/2015) malam yang didapatkan wartawan, terlihat menit-menit terakhir berdasarkan data radar, seperti berikut:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

23:16:11,577 (UTC/Coordinated Universal Time, +7 untuk WIB)

Flight Level (FL) 320 atau 32 ribu kaki

23:16:33,882

Masih di FL 320 atau 32 ribu kaki

23:17:1,7889

Mulai naik ke FL 321 atau 32,1 ribu kaki

23:17: 43,210

Diketahui titik puncak tertinggi AirAsia menanjak, yakni di FL 373,5 atau 37,35 ribu kaki.

23:19:46,352

Ketinggian AirAsia terakhir terdeteksi di FL 240 atau 24 ribu kaki

Dari grafik di atas, bisa dilihat bahwa AirAsia menanjak dari ketinggian 32.100 kaki ke ketinggian 37.350 kaki, atau naik setinggi 5.250 kaki hanya dalam waktu 41,4211 detik.

Data grafik tersebut dipaparkan Menhub Jonan, yang disebutnya berasal dari data radar. Dalam rapat kerja dengan DPR, Jonan membeberkan data terakhir QZ8501 dari ATC, pesawat nahas itu tiba-tiba mengalami kecepatan tinggi hingga ketinggian 6.000 kaki dan mendadak berhenti kemudian menghilang.

"Tidak normal untuk bergerak menanjak seperti itu, sangat jarang bagi pesawat komersial, yang biasanya naik hanya setinggi 1.000 sampai 2.000 kaki per menit. Hal ini hanya bisa dilakukan pesawat jet tempur," kata Jonan seperti disadur dari BBC.

Namun saat Jonan dikonfirmasi kembali, dia menegaskan tidak menyebutkan 'stall' untuk kondisi yang dialami pesawat AirAsia itu.

"β€ŽSaya nggak jelaskan itu stall, kalau jatuh pasti jatuh. Kalau nggak stall nggak jatuh dong. Jadi saya sudah jelaskan, pesawat itu naik beberapa feet dalam satu menit terus setelah itu turun, ya pesawat turun dong," jelas Jonan saat dikonfirmasi lagi mengenai pernyataannya di rapat Komisi V DPR pada Selasa (20/1/2015) malam kemarin tentang AirAsia yang naik cepat dan turun tiba-tiba.

Data yang disampaikan Menhub Jonan adalah fakta baru. Sebelumnya, data ketinggian AirAsia QZ8501 didapatkan dari AirNav Indonesia, di mana ketinggian terakhir diketahui 32 ribu kaki atau FL 320. Saat itu, pesawat AirAsia memang meminta naik ke ketinggian 34 ribu kaki.

Berikut menit terakhir hilangnya pesawat AirAsia yang disampaikan AirNav Indonesia pada 31 Desember 2014 lalu:

Pukul 06.12 WIB

AirAsia meminta menyimpang ke kiri sejauh 7 mil dan naik ketinggian. Saat itu juga, ATC langsung meresponsnya dengan mengizinkan AirAsia menyimpang ke kiri sejauh 7 mil. Untuk naik ketinggian, ATC meminta pilot mempertahankan ketinggian dulu pada level 32 ribu kaki.

"Roger, AirAsia QZ8501," demikian respons pilot AirAsia seperti disampaikan Direktur Safety dan Standard AirNav Indonesia Wisnu Darjono pertanda konfirmasi arahan ATC, Selasa (30/12/2014).

Saat itu ATC melihat 7 pesawat melintas di sekitar AirAsia. ATC mengukur jarak aman dulu sebelum memutuskan memberikan izin AirAsia naik ketinggian.

Pukul 06.12-06.14 WIB

"Selama 2 menit dari permintaan QZ8501, kita (ATC) mengukur jarak aman terlebih dahulu baru mengizinkan naik ketinggian," imbuh Wisnu.

Wisnu menjelaskan jarak aman untuk naik ketinggian yakni berjarak 10 mil dari pesawat lain. Serta, pada saat yang bersamaan, ada 3 pesawat lain yang terbang sejalur dengan Air Asia QZ8501 di jalur M-635 yakni Emirates 406, Air Asia 502, Air Asia 550.

"Berdasarkan radar yang kita miliki, rata-rata jarak aman kurang lebih 10 mil dengan pesawat lain, jarak aman supaya tidak menyenggol pesawat yang lain," terangnya.

"Terus setiap hari di jalur M635 ada sekitar 140 sampai 160 pesawat yang terbang," sambungnya.

Pukul 06.14 WIB

ATC mengontak pesawat AirAsia untuk mengizinkan naik ketinggian di 34 ribu kaki dari 32 ribu kaki. Namun, AirAsia tidak merespons. ATC mengontak AirAsia 8 kali, tetap tidak ada respons.

Pukul 06.17 WIB

AirAsia hanya tampak sinyal ADS-B saja sampai pukul 06.18 WIB, AirAsia sama sekali hilang dari radar.

Sementara investigator KNKT mengungkapkan tak ada ancaman teror di rekaman Cockpit Voice Recorder (CVR). Pilot terdengar sibuk mengendalikan pesawat.

Hal ini diungkapkan anggota investigator KNKT Andreas Hananto. Dia menyebut bahwa 10 anggota investigator menemukan 'tidak ada ancaman' dalam CVR itu. Saat ditanya apakah ada bukti-bukti lain dari rekaman itu bahwa ada keterlibatan aksi teror, Andreas mengatakan, "Tidak. Sebab bila ada terorisme, akan ada ancaman atau semacamnya".

Dalam CVR itu, pilot terdengar sibuk mengendalikan pesawat. "Di situasi kritis, rekaman mengindikasikan bahwa pilot sibuk mengendalikan pesawat," imbuh Andreas seperti dikutip dari Reuters edisi Senin (19/1/2015) lalu.

Investigator, menurut Andreas, sudah mendengarkan seluruh rekaman CVR dan hanya mentranskip separuhnya saja.

"Dari FDR (Flight Data Recorder) sejauh ini tidak ada ledakan. Jika ada, kami pasti tahu karena parameter akan menunjukkan itu. Ada sekitar 1.200 parameter," tegas Andreas.

Andreas mengungkapkan bahwa menit terakhir penerbangan AirAsia juga penuh dengan 'suara mesin dan suara peringatan' yang harus disaring untuk mendapatkan transkrip lengkap apa kata-kata di dalam kokpit.

Sedangkan investigator lain, Nurcahyo Utomo, menguatkan pernyataan Andreas. Hanya terdengar suara pilot di CVR.

"Kami tidak mendengar suara lain kecuali pilot. Kami tidak mendengar suara lain seperti tembakan atau ledakan. Berdasarkan hal itu, kami bisa menghilangkan kemungkinan terorisme," jelas Nurcahyo.

Nurcahyo mengatakan bahwa investigator bisa mendengar 'nyaris semuanya' rekaman yang terkandung dalam 2 kotak hitam. Namun, Nurcahyo menolak menggambarkan detik-detik akhir pesawat itu karena dibatasi hukum.

Sedangkan Ketua KNKT Tatang Kurniadi mengatakan minimal dibutuhkan waktu 10 bulan untuk merilis hasil laporan final KNKT.

"Rata-rata bisa sampai 8-10 bulan (baru bisa dirilis). Kalau cuma 3-4 bulan, KNKT bisa ditertawakan dunia internasional, dikira nggak diperiksa. Hasil akan diumumkan, dan ada di website kita, detil," jelas Ketua KNKT Tatang Kurniadi, Hal itu disampaikan Tatang Kurniadi di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Selasa (13/1/2015) dalam jumpa pers seturunnya dari helikopter Bell TNI AL dari KRI Banda Aceh.

Tatang sebelumnya merinci apa saja yang dilakukan KNKT terkait laporan AirAsia QZ8501 dan butuh waktu berapa lama, yakni:

Pertama, notifikasi atau pemberitahuan kepada negara-negara terkait, seperti Prancis, negara pabrikan pesawat juga KNKT-Prancis, International Civil Aviation Organization (ICAO) alias badan penerbangan sipil dunia milik PBB. Notifikasi yang berupa pemberitahuan terjadinya kecelakaan ini membutuhkan waktu maksimal 5 hari dari kecelakaan pesawat.

Kedua, preliminary report alias laporan pendahuluan, dikeluarkan 1 bulan sejak kecelakaan terjadi. Preliminary report ini berisi fakta kronologi kecelakaan hingga kotak hitam ditemukan.

"Hanya fakta, tak boleh ada analisa seperti jenazah meninggal karena apa," jelas Tatang.

Ketiga, 9 bulan dari kecelakaan, KNKT sudah mengeluarkan factual report. Bulan ke-10 sejak kecelakaan, KNKT akan membuat draft final report alias laporan final.

Draft final report ini harus dikirimkan ke Prancis, negara pembuat pesawat. Kemudian ke Singapura, Korea Selatan, Inggris, yang warga negaranya menjadi korban. Juga ke Amerika, negara pembuat mesin pesawat.

"Mereka diberikan waktu menjawab report itu 60 hari. Kalau tidak memberikan komentar, dianggap setuju atas investigasi kami," jelas tatang.

Bila final report telah jadi, maka negara-negara yang berkaitan dengan kecelakaan AirAsia ini tak boleh lagi memberikan komentar, setuju atau tidak setuju.

"Kalau mereka (para negara terkait) oke, baru KNKT rilis. Kalau KNKT tidak mempublikasikan laporan final itu, kita melanggar," jelas Tatang.

Dari runutan yang dijelaskan KNKT, seharusnya hari ini adalah KNKT mengeluarkan preliminary report. Namun Tatang mengatakan, preliminary report itu tidak dirilis dalam situsnya. Padahal, salam situs KNKT, sebelumnya hasil preliminary report selalu ditaruh di situsnya.

Preliminary report yang belum ada final reportnya adalah kecelakaan Helikopter Derazona jenis Bell 406 PK-DAL yang jatuh di Berastagi, Sumatera Utara dan Pesawat Lion Air yang hard landing di Bandara Juanda Surabaya pada 1 Februari 2014 lalu.

(nwk/kff)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads