Puncak Musim Hujan di Jabodetabek 10 Hari Pertama Februari 2015

Puncak Musim Hujan di Jabodetabek 10 Hari Pertama Februari 2015

- detikNews
Selasa, 27 Jan 2015 14:52 WIB
Banjir di Kelapa Gading beberapa waktu lalu (Foto: detikcom)
Jakarta - Hujan mulai kerap menyapa warga di Jabodetabek. Puncak musim hujan ini diperkirakan sekitar 10 hari pertama bulan Februari yang berpotensi menimbulkan banjir.

"BMKG biasanya membagi kondisi iklim dalam satu bulan itu 3 kali dengan waktu 10 harian. Puncaknya 10 hari ketiga di Januari 2015 dan 10 hari pertama di Februari. Itu rata-rata dalam 30 tahun, kecenderungannya seperti itu," ujar Kabid Cuaca Ekstrem BMKG Kukuh Ribudiyanto, Selasa (27/1/2015).

Kondisi sekarang saja, imbuh Kukuh, dari hari ke hari terjadi hujan ringan hingga sedang. Diprediksi puncaknya adalah sepekan ke depan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jangka pendek dari seminggu ke depan, ada potensi hujan ringan hingga sedang. Potensi hujan belum terlihat setiap hari sekarang. Kalau pekan depan, ada potensi hujan sedang di seluruh Jabodetabek," jelas Kukuh.

Yang perlu diperhatikan, bila curah hujan sedang namun terjadi terus menerus itu bisa menimbulkan banjir. Apalagi di wilayah utara Jakarta, hujan sedang yang intensitasnya cukup kerap, plus rob air laut, maka banjir pasti tak terelakkan.

"Intinya daerah-daerah genangan terpantau aja di BMKG info terkini. Kalau hujan sering walaupun sedang tapi seminggu berpotensi banjir, tanah jenuh tak bisa serap air, jadi air limpasan. Di utara atau di Teluk Jakarta bila ada rob, gelombang tinggi, aliran air yang ke arah laut terhambat, bila terjadi bebarengan dengan banjir," jelas dia.

Fenomena La Nina

Fenomena cuaca ekstrem La Nina di kedua sisi Samudera Pasifik akan makin sering terjadi. Hal ini akan menyebabkan kejadian banjir di kawasan Asia Pasifik termasuk di Australia. Sementara di sisi lain, La Nina akan menyebabkan kejadian kemarau berkepanjangan dan badai angin topan.
Demikian terungkap dalam hasil penelitian yang dimuat dalam Jurnal Nature Climate Change, Selasa (27/1/2014) seperti dilansir dari Australia+. Nah, bagaimana efeknya di Indonesia?

"La Nina, belum melihat datanya. Memang ada potensi La Nina, belum berpengaruh di Indonesia," jawab Kukuh.

Kukuh menjelaskan fenomena cuaca La Nina itu adalah menghangatnya suhu muka laut Pasifik tengah dan barat. Di laut yang suhu mukanya menghangat itu, membuat tekanan udara lebih rendah dibanding Pasifik bagian timur. Akibatnya, massa udara bergerak dari Pasifik bagian timur ke Pasifik bagian barat.

"Tentunya wilayah kita dekat Pasifik bagian barat. Akibatnya distribusi uap air, potensi hujannya nambah. Kalau terjadi La Nina, intensitas hujannya lebih sering. Bila masuk musim kemarau, kemaraunya basah. BMKG baru membahas hal ini intern, nanti akan disampaikan hasilnya ke publik," jelas dia.

(nwk/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads