"Kami pelajari dengan baik 10 poin yang diusulkan DPD untuk diubah itu. Tidak semuanya harus lewat amandemen UUD 1945. Banyak hal yang bisa dilakukan melalui perubahan Undang-undang di bawah UUD 1945," kata Ketua Fraksi PKB di MPR Lukman Edy dalam rapat dengar pendapat dengan DPD di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/1/2015).
PKB menawarkan solusi, yakni agenda amandemen kelima ini ditujukan sebagai agenda amandemen terbatas, alias tak semuanya diamandemen. Bila amandemen tak dibatasi, dikhawatirkan terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada tiga poin dari 10 poin amandemen dari DPD yang tak disetujui PKB. Pertama, soal pemilu lokal dan nasional.
"Pemilu lokal dan nasional sudah akan diakomodir melalui UU Pilkada dan Pemilu. Sudah masuk dalam revisi Perppu yang sudah menjadi UU Pilkada," kata Lukman.
Kedua, yang tak disetujui PKB adalah soal poin penambahan bab komisi negara dalam amandemen UUD 1945 yang direncanakan itu. Sebaiknya, poin ini dilakukan lewat perubahan Undang-undang saja, bukan lewat amandemen UUD 1945.
"Usulan DPD yang lain, seperti penambahan bab komisi negara. Ini yang dikhawatirkan bisa menjadi agenda liar. Selagi poin 9 ini masih bisa disupport melalui Peraturan Perundang-undangan, kenapa kita memaksakan diri untuk masuk dalam UUD 1945," kata Lukman.
Poin yang tidak disetujui oleh PKB selanjutnya adalah poin memperkuat sistem presidensial. Menurut PKB, sistem presidensial di Indonesia selama ini tak terganggu oleh sistem 'check and balances' di parlemen.
"Tak perlu ditambah lagi kewenangan presiden. Hari ini kondisinya legislatif happy. Kita justru merasa bisa menjalankan mekanisme 'check and balances' dengan cukup baik," kata Lukman.
Alih-alih setuju dengan usulan DPD soal amendemen itu, PKB mengusulkan ada tiga pokok amendemen yang perlu diprioritaskan.
Pertama, soal penguatan DPD. Lembaga ini harus menjaga hubungan pusat dengan daerah berjalan baik dan tetap menjaga NKRI.
Kedua, soal agenda Garis Besar Haluan Negara (GBHN). "Agenda ini juga menjadi rekomendasi MPR periode lalu. Kita rasakan pasca kewenangan MPR dicabut menyusun GBHN, kita merasa ada yang hilang," tutur Lukman.
Ketiga, penguatan kelembagaan MPR. Penguatan lembaga ini perlu dilakukan untuk memperjelas sitem kamar yang ada dalam praktik bernegara.
"Di luar tiga itu, saya kira bisa menjadi panjang masalahnya. Saya yakin kalau tiga hal ini yang menjadi substansi amandemennya, kecurigaan campur tangan pihak luar dan adanya agenda kelompok tertentu bisa dilepaskan.
(dnu/trq)