"Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti..." demikian status laman Facebook resmi Presiden Jokowi yang dikutip detikcom, Senin (26/1/2015).
Status itu ditulis Minggu (25/1) pukul 16.00 WIB kemarin, beberapa jam sebelum menggelar jumpa pers soal konflik KPK vs Polri. Apa maksud filosofi itu?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun memang saat ini Presiden Jokowi di posisi serba sulit. Sudah diketahui secara luas Presiden Jokowi mendapat tekanan dari partainya untuk menjadikan Komjen Budi Gunawan jadi Kapolri. Pencalonan Komjen Budi Gunawan jadi Kapolri itulah yang disebut menjadi pangkal konflik baru antara KPK vs Polri.
Pencalonan Komjen Budi mendapat penolakan dari publik. Terlebih setelah mantan ajudan Megawati itu ditetapkan jadi tersangka oleh KPK, gelombang penolakan makin besar.
Status tersangka Komjen Budi diduga menjadi pemicu rangkaian kemelut selanjutnya: serangan buka-bukaan Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ke Ketua KPK Abraham Samad; penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri; dan laporan untuk Wakil Ketua KPK Zulkarnaen.
Rakyat pun bergerak, menuntut Presiden Jokowi mengambil sikap tegas. Pidato pertama Jokowi menyikapi konflik itu menuai kritik, dianggap kurang tegas. Dalam pidato keduanya, Presiden Jokowi meminta KPK dan Polri menghentikan kriminalisasi.
Pidato kedua tersebut menuai beragam reaksi, ada yang mengapresiasi, ada yang tetap mengkritik. Ada yang menganggap sikap tenang Presiden belum menunjukkan ketegasan. Tapi bisa jadi memang Jokowi mengambil sikap tenang karena memegang filosofi 'Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti'.
(trq/nrl)