"Dalam operasi itu, kami menduga in-subordinasi di Polri. Jadi ada sekelompok orang di Mabes Polri yang galau, sehingga melakukan tindakan sendiri tanpa berkoordinasi dengan Wakapolri," ujar Haris.
Hal itu diungkapkan Haris dalam diskusi bertajuk 'Ada Apa dengan Jokowi' di Kafe Eatology, Jl Sabang, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (25/1/2015). Acara ini juga dihadiri oleh politisi PDIP Dwi Ria Latifa, Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala dan pengamat Cyrus Network Hasan Nasbi Batupahat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau penangkapan itu berkaitan pejabat negara, tidak dikoordinasikan dengan pimpinannya berarti ini ada in-subordinasi," lanjutnya.
Menurut Haris, Budi berani melakukan hal itu tanpa berkoordinasi terlebih dahulu dengan Badrodin karena didukung kekuatan politik.
"Kenapa Budi Waseso berani, menurut saya pasti ada dukungan dan di-back up politik," imbuhnya.
Sementara itu, Haris menilai jika penangkapan Bambang juga telah melanggar Hak Azasi Manusia (HAM). "Itu melanggar hak asasi, apa pun motifnya. Itu semua melanggar hukum acara, aneh, tidak tepat," cetusnya.
Menyoal soal penangkapan Bambang atas kasus menyuruh memberikan keterangan palsu terhadap saksi dalam sengketa Pilkada Kotawaringin, Kalteng, menurut Azhar hal itu salah.
"Jadi bukan menyuruh orang untuk bohong, tapi coaching dulu, karena orangnya tidak ngerti hukum. Semua pengacara begitu, saya juga sering mendampingi. Kalau dikatakan seperti itu, 50 ribu pengacara bisa ditangkap," ucapnya.
Upaya Polri ini dianggap Haris sebagai upaya menghalang-halangi Presiden Joko Widodo yang memerintahkan KPK untuk mengusut tuntas Komjen Budi Gunawan.
"Kalau masalahnya seperti itu, ada 2 kemungkinan. Polisi ingin menghalang-halangi presiden karena presiden Jokowi memerintahkan agar kasus BG harus segera dituntaskan dan sedang menghalangi kerja KPK yang ingin segera menuntaskan kasus BG," tutupnya.
(mei/mpr)