"Usulan Denny Indrayana agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu yang memberikan hak imunitas bagi pimpinan KPK bisa menjadi solusi bagi kisruh KPK Vs Polri ini," kata Habiburokhman melalui surat elektronik, Minggu (25/1/2015).
Menurut Habiburokhman, kejadian akhir-akhir ini memprihatinkan karena satu demi satu pimpinan KPK disibukkan dengan persoalan hukum pribadi masa lalu yang terkesan dicari-cari dan nyaris tidak masuk akal. Ia mencontohkan kasus yang digunakan untuk menjerat Bambang Widjojanto (BW), disebutnya aneh karena peristiwa itu terjadi di 2010 tapi dilaporkan di 2015.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang lebih parah, kriminalisasi tersebut dapat membuat pimpinan dan jajaran dibawahnya demoralisasi atau bahkan trauma dalam mengusut perkara-perkara korupsi beresiko tinggi. Kita tentu tidak bisa begitu saja menstigma apa yang terjadi pada pimpinan KPK kali ini sebagai bagian dari fenomena 'coruptor fight back', namun secara umum fenomena tersebut adalah fenomena yang biasa terjadi dalam perang melawan koruptor yang memang pejabat negara dan memegang kekuasaan akan memakai segala kekuasaannya untuk melindungi diri," tambahnya.
Kemudian Habiburokhman menilai tantangan yang dihadapi akan semakin besar jika yang dibidik adalah pejabat di bidang hukum. Hal ini karena pejabat tersebut memiliki kewenangan melakukan tindakan hukum untuk menyerang balik.
"Untuk itu hak imunitas bagi pimpinan KPK sudah saatnya direalisasikan namun dengan batasan yang jelas. Secara teknis pengaturan soal hak imunitas tersebut bisa dituangkan dalam produk hukum Perppu yang dalam waktu dekat bisa segera dikeluarkan oleh Presiden untuk kemudian disetujui oleh DPR," ujar Habiburokhman.
Ia mengusulkan Perppu itu mengatur jaminan agar pimpinan KPK tidak bisa dituntut secara pidana atas perbuatan hukum yang ia lakukan sebelum menjabat. Perlua digarisbawahi, tambah Habiburokhman, jika hak imunitas itu hanya berlaku sepanjang masa jabatan dan akan hilang dengan sendirinya jika tidak lagi menjabat sebagai pimpinan KPK.
"Dengan demikian Perppu tersebut tidak akan melanggar azas persamaan di muka hukum (equality before the law). Dengan adanya hak imunitas ini maka pimpinan KPK bisa konsentrasi penuh menyelesaikan tugas-tugasnya yang begitu berat tanpa takut mendapatkan persoalan atas peristiwa hukum yang terjadi bertahun-tahun sebelumnya," pungkas Habiburokhman.
Pemberian hak imunitas ini, menurut Habiburokhman, sejalan dengan penyempurnaan proses seleksi pimpinan KPK, baik di tingkat panitia seleksi maupun DPR. Sehingga orang-orang yang sejak awal terdeteksi bermasalah harus sudah dinyatakan gugur terlebih dahulu dalam proses seleksi tersebut, jadi KPK juga tidak dijadikan bungker untuk lari dari masalah hukum.
"Perlindungan hukum atau hak imunitas dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebenarnya bukan merupakan hal baru bagi kita. Selama ini sudah ada perlindungan hukum yang diberikan kepada saksi pelapor kasus korupsi. Pasal 10 ayat (1) UU 13/2006 yang menyatakan, 'saksi, korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikannya," papar Habiburokhman.
"Selain itu, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan, KPK berkewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi," tambahnya.
Sehingga ia menyatakan jika saksi saja dapat perlindungan hukum dan imunitas, maka sangat wajar jika pimpinanKPK mendapatkan hal yang sama. "Presiden Jokowi sebagai pemegang mandat dari rakyat sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan harus mau menggunakan kewenangannya menyelesaikan kisruh ini," tutup Habiburokhman.
(vid/imk)