Dia berujar, penetapan status BW sebagai tersangka jauh dari untur pidana. "Kasus BW dilaporkan mendrive saksi berkata sesuatu, itu bukan drive men-drive, ada 68 saksi dalam kasus itu, orang mengatakan A, B, dan C. BW mengatur kalau kualitas keterangan bagus, itu sah-sah saja. Saya tidak melihat hal itu pidana," kata Zainal dalam diskusi Perspektif Indonesia bertajuk "Polri vs KPK 2.0" yang digelar Populi Center dan Smart FM 95,9 di Gado-Gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (24/1/2015).
Diskusi ini juga diikuti Ifdhal Kasim, Mantan Ketua Komnas HAM, Yayat Biaro, anggota Komisi III DPR dari Partai Golkar, Nico Harjanto Pengamat politik dari Populi Center.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Zainal, ketegangan antar lembaga penegak hukum memang tak bisa dihindari. Menurutnya hal yang sama juga terjadi di seluruh negara dan biasanya dipicu lantaran lembaga-lembaga tersebut mempunya kewenangan kuat seperti Polri, KPK, Kejaksaan.
Dia berujar, modus perlawanan yang dilakukan yang dilakukan Polri sudah terjadi berkali-kali. "Modus operandi kepolisian 3 kali begitu-gitu saja, KPK sudah 3 kali menyidik polisi dan perlawannya begini. Ketika Susno dan Djoko Susilo modusnya seperti ini, melihat potret ini kita sulit melihat bahwa ini (kasus BW) adalah penegakan hukum biasa. Jangan-jangan ini penegakan hukum luar biasa untuk kepentingan luar biasa," tambah Zainal.
Untuk menyelesaikan masalah KPK vs Polri, menurut Zainal perlu kepemimpinan yang tegas dari Presiden Jokowi. "Kepemimpinan politik sekarang menjadi lebih tinggi. Penundaan pelantikan Budi Gunawan membuat posisi Presiden menjadi masalah," ujar dia.
(ros/gah)