Berdasarkan data yang dihimpun detikcom, Jumat (23/1/2015), dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan pejabat negara (di luar tertangkap tangan) harus seizin atasan pihak terkait.
Seperti Pasal 8 ayat 5 UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan proses yang dilakukan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung. Begitu juga dalam UU Nomor 8 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan pejabat negara terhadap hakim harus seizin Ketua Mahkamah Agung (MA). Izin Ketua MA ini dikecualikan terhadap tertangkap tangan, tindak pidana yang disangkakan diancam pidana mati, atau tindak pidana terhadap keamanan negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tujuan diadakannya ijin pemeriksaan terhadap pejabat negara ialah untuk melindungi harkat dan martabat pejabat negara dan lembaga negara agar diperlakukan dengan hati-hati, cermat, tidak secara sembrono dan tidak semena-mena karena pada hakekatnya mereka itu adalah personifikasi dari negara. Menjaga harkat, martabat dan wibawa pejabat negara, sama dengan menjaga harkat, martabat dan wibawa sebuah negara," demikian lansir Pusat Litbang Kejaksaan Agung 'Studi tentang Ijin Pemeriksaan Terhadap Pejabat Negara dalam Proses Penegakan Hukum' tahun 2008.
BW ditetapkan sebagai tersangka karena diduga mengarahkan sejumlah saksi untuk memberikan keterangan palsu di persidangan MK. Penyidikan ini bermula dari laporan Sugianto Sabran, anggota DPR dari PDIP kepada Bareskrim Polri pada 15 Januari 2015. Saat ini Bambang menjalani pemeriksaan di Bareskrim sebagai tersangka.
(asp/try)